Rabu, 21 September 2011

MAKALAH HIV / AIDS

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME. Karena atas kehendak-Nyalah makalah ini dapat terselesaikan. Adapun tujuan penulis dalam penulisan makalah ini adalah HIV/AIDS dan petunjuk pencegahan HIV/AIDS. Dalam penyelesaian makalah ini, penulisan banyak mengalami kesulitan, terutama disebabkan oleh kurangnya ilmu pengetahuan. Namun, berkat bimbingan dari berbagai pihak dan didukung dengan buku – buku yang ada serta sarana internet yang cukup memadai akhirnya makalah ini dapat diselesaikan, walaupun masih banyak kekurangannya.

Semoga dengan makalah ini kita dapat menambah ilmu pengetahuan serta wawasan tentang HIV / AIDS. Sehingga kita semua dapat terhindar dari penyakit berbahaya tersebut. semoga dapat bermanfaat.


Kendari, 15 October 2010

Penulis








DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................2
DAFTAR ISI....................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 SEJARAH AIDS..............................................................................5
1.2 ETIOLOGI.......................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGIS HIV.............................................6
2.2 EPIDEMIOLOGI............................................................................7
2.3 PATOFISIOLOGI...........................................................................7
2.4 PATOGENESIS...............................................................................8
2.5 KRITERIA DIAGNOSIS................................................................9
2.6 TANDA DAN GEJALA PENYAKIT AIDS..................................9
2.7 KOMPLIKASI.................................................................................11
2.8 GEJALA KLINIS............................................................................12
2.9 PENULARAN..................................................................................13
2.10 DIAGNOSIS BANDING.................................................................13
2.11 PEMERIKSAAN PENUNJANG....................................................14
2.12 PENATALAKSANAAN..................................................................14
BAB III PENUTUP
3.1 KESIMPULAN....................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................20



BAB I
PENDAHULUAN
Epidemi HIV/ AIDS di Indonesia sudah merupakan krisis global dan ancaman yang berat bagi pembangunan dan kemajuan sosial. Kasus-kasus HIV/ AIDS mengalami peningkatan pesat. Peningkatan yang tajam banyak dijumpai pada kasus orang dewasa terutama pengguna narkoba, pekerja seks maupun pelanggannya.
AIDS atau Acquired Immune Deficiency Sindrome merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh oleh virus yang disebut HIV. Dalam bahasa Indonesia dapat dialih katakan sebagai Sindrome Cacat Kekebalan Tubuh Dapatan.
 Acquired : Didapat, Bukan penyakit keturunan
 Immune : Sistem kekebalan tubuh
 Deficiency : Kekurangan
 Syndrome : Kumpulan gejala-gejala penyakit
Kerusakan progresif pada system kekebalan tubuh menyebabkan ODHA (orang dengan HIV /AIDS) amat rentan dan mudah terjangkit bermacam-macam penyakit. Serangan penyakit yang biasanya tidak berbahaya pun lama-kelamaan akan menyebabkan pasien sakit parah bahkan meninggal.
• AIDS adalah sekumpulan gejala yang menunjukkan kelemahan atau kerusakan daya tahan tubuh yang diakibatkan oleh factor luar (bukan dibawa sejak lahir).
• AIDS diartikan sebagai bentuk paling erat dari keadaan sakit terus menerus yang berkaitan dengan infeksi Human Immunodefciency Virus (HIV). (Suzane C. Smetzler dan Brenda G.Bare).
• AIDS diartikan sebagai bentuk paling hebat dari infeksi HIV, mulai dari kelainan ringan dalam respon imun tanpa tanda dan gejala yang nyata hingga keadaan imunosupresi dan berkaitan dengan infeksi yang dapat membawa kematian dan dengan kelainan malignitas yang jarang terjadi (Center for Disease Control and Prevention).

2.1 SEJARAH AIDS
AIDS pertama kali dilaporkan pada tanggal 5 Juni 1981, ketika Centers for Disease Control and Prevention Amerika Serikat mencatat adanya Pneumonia pneumosistis (sekarang masih diklasifikasikan sebagai PCP tetapi diketahui disebabkan oleh Pneumocystis jirovecii) pada lima laki-laki homoseksual di Los Angeles,Amerika Serikat. Dua spesies HIV yang diketahui menginfeksi manusia adalah HIV-1 dan HIV-2.
HIV-1 lebih mematikan dan lebih mudah masuk kedalam tubuh. HIV-1 adalah sumber dari mayoritas infeksi HIV di dunia, sementara HIV-2 sulit dimasukan dan kebanyakan berada di Afrika Barat.
Baik HIV-1 dan HIV-2 berasal dari hewan. Asal HIV-1 berasal dari simpanse Pan troglodytes troglodytes yang ditemukan di Kamerun selatan. HIV-2 berasal dari Sooty Mangabey (Cercocebus atys), monyet dari Guinea Bissau, Gabon, dan Kamerun.
Banyak ahli berpendapat bahwa HIV masuk ke dalam tubuh manusia akibat kontak dengan hewan lainnya, contohnya selama berburu atau pemotongan daging. Teori yang lebih dikenal dengan nama hipotesis OPV AIDS, menyatakan bahwa AIDS dimulai pada akhir tahun 1950-an di Kongo Belgia sebagai akibat dari penelitian Hilary Koprowski terhadap vaksin polio.
Namun demikian, komunitas ilmiah umumnya berpendapat bahwa teori tersebut tidak didukung oleh bukti-bukti yang ada.

2.1 ETIOLOGI
HIV (Human Imunodeficiency Virus) adalah sejenis virus retrovirus RNA. Sel target virus ini terutama sel limfosit T, karena ia mempunyai reseptor untuk virus yang disebut CD4. Didalam sel limfosit T, virus dapat berkembang dan seperti retrovirus yang lain, dapat tetap hidup lama dalam sel dengan keadaan inaktif. Walaupun demikian, virus dalam tubuh pengidap HIV selalu dianggap infeksius yang setiap saat dapat aktif dan dapat ditularkan selama hidup penderita tersebut.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGIS HIV







Human immunodeficiency virus adalah virus penyebab Acquired mmunodeficiency Syndrome (AIDS). HIV yang dulu disebut sebagai HTLV-III (Human T cell lympothropic virus Tipe III) atau LAV (Lymphadenopathy Virus) adalah virus sitopatik dari retrovirus. Hal ini menunjukkan bahwa virus ini membawa materi genetiknya dalam asam ribonukleat (RNA) dan bukan dalam asam deoksiribonukleat (DNA).
Virus ini memiliki kemampuan unik untuk mentransfer informasi mereka dari RNA ke DNA dengan menggunakan enzim yang disebut reverse transcriptase, yang merupakan kebalikan dari proses transkripsi (dari DNA ke RNA) dan translasi (dari RNA ke protein) pada umumnya.
AIDS, Acquired Immunodeficiency Syndrome adalah sekumpulan gejala penyakit karena menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV. Centers for Disease Control (CDC) merekomendasikan bahwa AIDS ditujukan pada orang yang mengalami infeksi virus HIV, dimana orang tersebut mengalami penurunan sistem imun yang mendasar (sel T berjumlah 200 atau kurang) dan memiliki sistem imun positif terhadap HIV. Kondisi lain yang sering digambarkan meliputi kondisi demensia progresif, “wasting syndrome”, (pada pasien berusia lebih dari 60 tahun), kanker-kanker khusus lainnya (yaitu kanker serviks) atau diseminasi dari penyakit yang umumnya mengalami lokalisasi (misalnya, TB).
2.2 EPIDEMIOLOGI
Adanya infeksi menular seksual (IMS) yang lain (GO, klamidia), dapat meningkatkan risiko penularan HIV (2-5%). HIV menginfeksi sel-sel darah dan sistem imunitas tubuh sehingga semakin lama daya tahan tubuh menurun dan sering berakibat kematian. HIV akan mati dalam air mendidih/ panas kering (open) dengan suhu 56oC selama 10-20 menit. HIV juga tidak dapat hidup dalam darah yang kering lebih dari 1 jam, namun mampu bertahan hidup dalam darah yang tertinggal di spuit/ siring/ tabung suntik selama 4 minggu. Selain itu, HIV juga tidak tahan terhadap beberapa bahan kimia seperti Nonoxynol-9, sodium klorida dan sodium hidroksida.
2.3 PATOFISIOLOGI
Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah sel-sel yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa dan sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus (HIV) menginfeksi sel lewat pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka Human Immunodeficiency Virus (HIV) menginfeksi sel lain dengan meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T4 yang juga dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam usaha mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi.
Virus HIV dengan suatu enzim, reverse ias olism se, yang akan melakukan pemograman ulang materi ias ol dari sel T4 yang terinfeksi untuk membuat double-stranded DNA. DNA ini akan disatukan kedalam ias ol sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi yang permanen. Enzim inilah yang membuat sel T4 helper tidak dapat mengenali virus HIV sebagai antigen. Sehingga keberadaan virus HIV didalam tubuh tidak dihancurkan oleh sel T4 helper. Kebalikannya, virus HIV yang menghancurkan sel T4 helper. Fungsi dari sel T4 helper adalah mengenali antigen yang asing, mengaktifkan limfosit B yang memproduksi ias oli, menstimulasi limfosit T sitotoksit, memproduksi limfokin, dan mempertahankan tubuh terhadap infeksi parasit. Kalau fungsi sel T4 helper terganggu, mikroorganisme yang biasanya tidak menimbulkan penyakit akan memiliki kesempatan untuk menginvasi dan menyebabkan penyakit yang serius.
Dengan menurunya jumlah sel T4, maka system imun seluler makin lemah secara progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T penolong. Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dapat tetap tidak memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200-300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi.
Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan jamur oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya penyakit baru akan menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah. Seorang didiagnosis mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila terjadi infeksi opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS.
2.4 PATOGENESIS
Setelah HIV masuk kedalam tubuh, virus menuju kekelenjar limfe dan berada didalam sel dendritik selama beberapa hari. Kemudian terjadi sindrome retroviral akut disertai dengan viremia. Pada tubuh timbul respon imun humoral maupun seluler. Sindrom ini akan hilang dalam 1-3 minggu. Serokonversi (perubahan antibodi negatif menjadi positif) terjadi dalam 1-3 bulan, dalam masa ini memasuki masa tanpa gejala dan terjadi penurunan bertahap CD4 (normal 800-1000sel/mm3) yang terjadi setelah replikasi persisten virus HIV.


2.5 KRITERIA DIAGNOSIS
Gejala mayor:
1. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan.
2. Diare kronik yang berlangsung lebih dari 1 bulan.
3. Demam berkepanjangan lebih dari satu bulan.
4. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis.
5. Demensia/ensefalopati HIV.
Gejala minor:
1. Batuk menetap lebih dari 1 bulan.
2. Dermatitis generalisata yang gatal.
3. Herpes Zoster multisegemental dan atau berulang.
4. Kandidiasis orofaringeal.
5. Herpes simpleks kronis progresif.
6. Limfadenopati generalisata.
7. Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita.

2.6 TANDA DAN GEJALA PENYAKIT AIDS
Seseorang yang terkena virus HIV pada awal permulaan umumnya tidak memberikan tanda dan gejala yang khas, penderita hanya mengalami demam selama 3 sampai 6 minggu tergantung daya tahan tubuh saat mendapat kontak virus HIV tersebut. Setelah kondisi membaik, orang yang terkena virus HIV akan tetap sehat dalam beberapa tahun dan perlahan kekebelan tubuhnya menurun/lemah hingga jatuh sakit karena serangan demam yang berulang. Satu cara untuk mendapat kepastian adalah dengan menjalani Uji Antibodi HIV terutamanya jika seseorang merasa telah melakukan aktivitas yang berisiko terkena virus HIV.
Adapun tanda dan gejala yang tampak pada penderita penyakit AIDS diantaranya adalah seperti dibawah ini :

1. Saluran pernafasan. Penderita mengalami nafas pendek, henti nafas sejenak, batuk, nyeri dada dan demam seprti terserang infeksi virus lainnya (Pneumonia). Tidak jarang ias oli pada stadium awal penyakit HIV AIDS diduga sebagai TBC.
2. Saluran Pencernaan. Penderita penyakit AIDS menampakkan tanda dan gejala seperti hilangnya nafsu makan, mual dan muntah, kerap mengalami penyakit jamur pada rongga mulut dan kerongkongan, serta mengalami ias oli yang kronik.
3. Berat badan tubuh. Penderita mengalami hal yang disebut juga wasting syndrome, yaitu kehilangan berat badan tubuh hingga 10% dibawah normal karena gangguan pada ias o protein dan energy didalam tubuh seperti yang dikenal sebagai Malnutrisi termasuk juga karena gangguan ias ol/penyerapan makanan pada ias o pencernaan yang mengakibatkan ias oli kronik, kondisi letih dan lemah kurang bertenaga.
4. System Persyarafan. Terjadinya gangguan pada persyarafan central yang mengakibatkan kurang ingatan, sakit kepala, susah berkonsentrasi, sering tampak kebingungan dan respon anggota gerak melambat. Pada system persyarafan ujung (Peripheral) akan menimbulkan nyeri dan kesemutan pada telapak tangan dan kaki, reflek tendon yang kurang, selalu mengalami tensi darah rendah dan Impoten.
5. System Integument (Jaringan kulit). Penderita mengalami serangan virus cacar air (herpes simplex) atau carar api (herpes zoster) dan berbagai macam penyakit kulit yang menimbulkan rasa nyeri pada jaringan kulit. Lainnya adalah mengalami infeksi jaringan rambut pada kulit (Folliculities), kulit kering berbercak (kulit lapisan luar retak-retak) serta Eczema atau psoriasis.
6. Saluran kemih dan Reproduksi pada wanita. Penderita seringkali mengalami penyakit jamur pada vagina, hal ini sebagai tanda awal terinfeksi virus HIV. Luka pada saluran kemih, menderita penyakit ias oli dan dibandingkan Pria maka wanita lebih banyak jumlahnya yang menderita penyakit cacar. Lainnya adalah penderita AIDS wanita banyak yang mengalami peradangan rongga (tulang) pelvic dikenal sebagai istilah ‘pelvic inflammatory disease (PID)’ dan mengalami masa haid yang tidak teratur (abnormal).
2.7 KOMPLIKASI
A. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan dan cacat.
B. Neurologik
kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan isolasi social.
1) Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia, ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala, malaise, demam, paralise, total / parsial.
2) Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler, hipotensi sistemik, dan maranik endokarditis.
3) Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human Immunodeficienci Virus (HIV)
C. Gastrointestinal
Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan, anoreksia, demam, malabsorbsi, dan dehidrasi.
1) Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
2) Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan siare.
D. Respirasi
Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas pendek, batuk, nyeri, hipoksia, keletihan, gagal nafas.
E. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri, gatal, rasa terbakar, infeksi skunder dan sepsis.
F. Sensorik
• Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
• Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek nyeri.

2.8 GEJALA KLINIS
Perjalanan penyakit dibagi dalam beberapa tahap berdasar klinis dan jumalah CD4 :
1. Infeksi Retroviral Akut : demam, pembesaran kelenjar, hepatosplenomegali, nyeri tenggorok, mialgia, rash seperti morbili, ulkus pada mukokutan, diare, leukopenia, limfosit atipik, meningitis aseptik, GBS, psikosis akut. Sindroma tersebut biasanya sembuh sendiri tanpa pengobatan.
2. Masa Asimptomatik : tidak menimbulkan gejala tapi biasa muncul limfadenopati umum. Disebut juga sebagai masa jendela (window periode). Penurunan CD 4 bertahap
3. Masa Gejala Dini : CD 4 berkisar 100-300. pneumonia bakteri, kandidosis vagina, sariawan, herpes zoster, leukoplakia, ITP, TB paru. Disebut AIDS related complex (ARC)
4. Masa Gejala Lanjut : CD4 dibawah 200, resiko tinggi infeksi oportunistik berat atau keganasan.

o Gejala klinis utama yaitu terdapatnya kanker kulit yang disebut Sarkoma Kaposi (kanker pembuluh darah kapiler) juga adanya kanker kelenjar getah bening.
o Terdapat infeksi penyakit penyerta misalnya, pneu-mocystis,TBC, serta penyakit infeksi lainnya seperti teksoplasmosis.

2.9 PENULARAN

 HIV ditularkan melalui kontak seksual, injeksi perkutan terhadap darah yang terkontaminasi atau perinatal dari infeksi ibu ke bayinya.
 Jalur penularan infeksi HIV serupa dengan infeksi Hepatitis B.
 Anal intercourse/anal manipulation (homoseksual) akan meningkatkan kemungkinan trauma pada mukosa ias o dan selanjutnya memperbesar peluang untuk terkena virus HIV lewat ias o tubuh.
 Hubungan seksual dengan pasangan yang berganti-ganti.
 Hubungan heteroseksual dengan orang yang menderita infeksi HIV.
 Melalui pemakai obat bius intravena terjadi lewat kontak langsung darah dengan jarum dan semprit yang terkontaminasi. Meskipun jumlah darah dalam semprit ias oli kecil, efek kumulatif pemakaian bersama peralatan suntik yang sudah terkontaminasi tersebut akan meningkatkan risiko penularan.
 Darah dan produk darah, yang mencakup ias olis yang diberikan pada penderita ias olism, dapat menularkan HIV kepada resipien.
 Berhubungan seksual dengan orang yang melakukan salah satu tindakan diatas.

2.10 DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding pasien ini difikirkan sebagai multipel abses pada HIV yang disebabkan oleh Tubesculosis, karena abses pada tuberculoma juga terdapat multipel abses, dengan gambaran abses yang lebih kecil dengan ukuran 1-2 mm, serta efek massa yang minimal. Namun pada pasien ini didapatkan adanya gejala infeksi tuberkulosis pada paru, yaitu tidak adanya batuk-batuk yang lama dan pada pemeriksaan fisik paru tidak didapatkan kelaianan serta pada hasil MRI didapatkan ukuran yang lebih besar dan efek massa (+).

2.11 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan yang ias oli sederhana dan akurat adalah pemeriksaan darah yang disebut tes ELISA. Dengan pemeriksaan ini dapat dideteksi adanya ias oli terhadap HIV, hasil tes secara rutin diperkuat dengan tes yang lebih akurat. Ada suatu periode (beberapa minggu atau lebih setelah terinfeksi HI) dimana ias oli belum positif. Pada periode ini dilakukan pemeriksaan yang sangat ias olis untuk mendeteksi virus, yaitu antigen P24 . Antigen P24 belakangan ini digunakan untuk menyaringan darah yang disumbangkan untuk keperluan ias olis. Jika hasil tes ELISA menunjukkan adanya infeksi HIV, maka pada contoh darah yang sama dilakukan tes ELISA ulangan untuk memastikannya. Jika hasil tes ELISA yang kedua juga positif, maka langkah berikutnya adalah memperkuat diagnosis dengan tes darah yang lebih akurat dan lebih mahal, yaitu tes apusan Western. Tes ini juga bisam enentukan adanya ias oli terhadap HIV, tetapi lebih spesifik daripada ELISA. Jika hasil tes Western juga positif, maka dapat dipastikan orang tersebut terinfeksi HIV.

2.12 PENATALAKSANAAN
Pada saat ini sudah banyak obat yang ias digunakan untuk menangani infeksi HIV:
1. Nucleoside reverse transcriptase inhibitor
• AZT (zidovudin)
• ddI (didanosin)
• ddC (zalsitabin)
• d4T (stavudin)
• 3TC (lamivudin)
• Abakavir
2. Non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor
• Nevirapin
• Delavirdin
• Efavirenz
3. Protease inhibitor
• Saquinavir
• Ritonavir
• Indinavir
• Nelfinavir.
Semua obat-obatan tersebut ditujukan untuk mencegah reproduksi virus sehingga memperlambat progresivitas penyakit. HIV akan segera membentuk resistensi terhadap obat-obatan tersebut bila digunakan secara tunggal. Pengobatan paling efektif adalah kombinasi antara 2 obat atau lebih, Kombinasi obat ias memperlambat timbulnya AIDS pada penderita HIV positif dan memperpanjang harapan hidup. Dokter kadang sulit menentukan kapan dimulainya pemberian obat-obatan ini. Tapi penderita dengan kadar virus yang tinggi dalam darah harus segera diobati walaupun kadar CD4+nya masih tinggi dan penderita tidak menunjukkan gejala apapun. AZT, ddI, d4T dan ddC menyebabkan efek samping seperti nyeri abdomen, mual dan sakit kepala (terutama AZT). Penggunaan AZT terus menerus ias merusak sumsum tulang dan menyebabkan anemia. DdI, ddC dan d4T ias merusak saraf-saraf perifer. DdI ias merusak ias oli. Dalam kelompok nucleoside, 3TC tampaknya mempunyai efek samping yang paling ringan. Ketiga protease inhibitor menyebabkan efek samping mual dan muntah, diare dan gangguan perut. Indinavir menyebabkan kenaikan ringan kadar enzim hati, bersifat ias olism dan tidak menimbulkan gejala, juga menyebabkan nyeri punggung hebat (kolik renalis) yang serupa dengan nyeri yang ditimbulkan batu ginjal.Ritonavir dengan pengaruhnya pada hati menyebabkan naik atau turunnya kadar obat lain dalam darah. Kelompok protease inhibitor banyak menyebabkan perubahan ias olism tubuh seperti peningkatan kadar gula darah dan kadar lemak, serta perubahan distribusi lemak tubuh (protease paunch).
Penderita AIDS diberi obat-obatan untuk mencegah infeksi oportunistik. Penderita dengan kadar limfosit CD4+ kurang dari 200 sel/Ml darah mendapatkan kombinasi trimetoprim dan sulfametoksazol untuk mencegah pneumonia pneumokistik dan infeksi toksoplasma ke otak. Penderita dengan limfosit CD4+ kurang dari 100 sel/Ml darah mendapatkan azitromisin seminggu sekali atau klaritromisin atau rifabutin setiap hari untuk mencegah infeksi Mycobacterium avium. Penderita yang ias sembuh dari meningitis kriptokokal atau terinfeksi candida mendapatkan flukonazol jangka panjang. Penderita dengan infeksi herpes simpleks berulang mungkin memerlukan pengobatan asiklovir jangka panjang.
Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan pencegahan Human Immunodeficiency Virus (HIV) untuk mencegah terpajannya Human Immunodeficiency Virus (HIV), bisa dilakukan dengan :
o Melakukan abstinensi seks / melakukan hubungan kelamin dengan pasangan yang tidak terinfeksi.
o Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah hubungan seks terakhir yang tidak terlindungi.
o Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang yang tidak jelas status Human Immunodeficiency Virus (HIV) nya.
o Tidak bertukar jarum suntik,jarum tato, dan sebagainya.
o Mencegah infeksi kejanin / bayi baru lahir.
Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka terpinya yaitu :
A. Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis.
B. Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3
C. Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah :
o Didanosine
o Ribavirin
o Diedoxycytidine
o Recombinant CD 4 dapat larut
D. Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.
E. Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-makanan sehat,hindari stress,gizi yang kurang,alcohol dan obat-obatan yang mengganggu fungsi imun.

F. Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan mempercepat reflikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV).



Penatalaksanaan
1. SUPORTIF
2. Nutrisi dan vitamin cukup
3. Bekerja
4. Pandangan hidup positif
5. Hobi
6. Dukungan psikologis
7. Dukungan sosial
8. Pencegahan dan pengobatan infeksi oportunistik dan kanker
9. Antiretroviral
















BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
HIV biasanya ditularkan melalui hubungan seks dengan orang yang mengidap virus tersebut dan terdapat kontak langsung dengan darah atau produk darah dan cairan tubuh lainnya. Pada wanita virus mungkin masuk melalui luka atau lecet pada mulut rahim/vagina. Begitu pula virus memasuki aliran darah pria jika pada genitalnya ada luka/lecet. Hubungan seks melalui anus berisiko tinggi untuk terinfeksi, namun juga vaginal dan oral. HIV juga dapat ditularkan melalui kontak langsung darah dengan darah, seperti jarum suntik (pecandu obat narkotik suntikan), transfusi darah/produk darah dan ibu hamil ke bayinya saat melahirkan. Tidak ada bukti penularan melalui kontak sehari-hari seperti berjabat tangan, mencium, gels bekas dipakai penderita, handuk atau melalui closet umum, karena virus ini sangat rapuh.
Masa inkubasi/masa laten sangat tergantung pada daya tahan tubuh masing-masing orang, rata-rata 5-10 tahun. Selama masa ini orang tidak memperlihatkan gejala-gejala, walaupun jumlah HIV semakin bertambah dan sel T4 semakin menururn. Semakin rendah jumlah sel T4, semakin rusak sistem kekebalan tubuh.
Pada waktu sistem kekebalan tubuh sudah dalam keadaan parah, seseorang yang mengidap HIV/AIDS akan mulai menampakkan gejala-gejala AIDS.






DAFTAR PUSTAKA
Sylvia A. Price & Lorraine M. Wilson. Buku PATOFISIOLOGI, konsep klinis & proses-proses penyakit, edisi 4

Tidak ada komentar:

Posting Komentar