BAB I
PENDAHULUAN
Tn. Diko dirawat di Ruang Tulip dengan Keluhan tidak bisa BAB sejak 6 hari yang lalu, pada riwayat sebelumnya BAB campur darah, tidak ada nafsu makan, BB menurun. Pada pemeriksaan fisik, nampak distensi abdomen, konjungtiva pucat, pada pemeriksaan lab. HB 6 gr/dl, pemeriksaan Sigmoidoskopi menunjukan Ca. Colon.
1.1 ANALISA DATA
Data subjektif
Klien tidak bisa BAB sejak 6 hari yang lalu
Riwayat sebelumnya BAB campur darah
Nafsu makan tidak ada
Data Objektif
BB menurun
Distensi abdomen
Konjungtiva pucat
HB 6 gr/dl
Pemeriksaan sigmoidoskopi menunjukan Ca. colon
1.2 KEMUNGKINAN DIAGNOSA YANG MUNCUL
Ca. Colon
A. Definisi
Tumor adalah suatu benjolan atau struktur yang menempati area tertentu pada tubuh, dan merupakan neoplasma yang dapat bersifat jinak atau ganas ( FKUI, 2008 : 268).
Kanker adalah sebuah penyakit yang ditandai dengan pembagian sel yang tidak teratur dan kemampuan sel-sel ini untuk menyerang jaringan biologis lainnya, baik dengan pertumbuhan langsung dijaringan yang berseblahan (invasi 0 atau dengan migrasi sel ketempat yang jauh (metastis ).pertumbuhan yang tidak teratur ini menyebabkan kerusakan DNA, mebnyebabkan mutasi di gen vital yang mengontrol pembagian sel lainnya (gale, 2000:177)
Jadi, kanker kolon adalah suatu pertumbuhan tumor yang bersifat ganas dan merusak sel DNA dan jaringan sehat disekitar kolon (usus besar).
B. Etiologi
1. Diet
kebiasaan mengkonsumsi makanan yang rendah serat (sayur-sayuran, buah-buahan), kebiasaan makan makanan berlemak tinggi dan sumber protein hewani. Diet dan pengurangan waktu peredaran pada usus besar (Aliran depan feces) yang meliputi faktor kausatif. Petunjuk pencegahan yang tepat dianjurkan oleh Amerika Cancer Society, The National Cancer Institute, dan organisasi kanker lainnya.
Makanan-makanan yang pasti di jurigai mengandung zat-zat kimia yang menyebabkan kanker pada usus besar ( Tabel 56-1 ). Makanan tersebut juga mengurangi waktu peredaran pada perut,yang mempercepat usus besar menyebabkan terjadinya kanker. Makanan yang tinggi lemak terutama lemak hewan dari daging merah,menyebabkan sekresi asam dan bakteri anaerob, menyebabkan timbulnya kanker didalam usus besar. Daging yang di goreng dan di panggang juga dapat berisi zat-zat kimia yang menyebabkan kanker. Diet dengan karbohidrat murni yang mengandung serat dalam jumlah yang banyak dapat mengurangi waktu peredaran dalam usus besar. Beberapa kelompok menyarankan diet yang mengadung sedikit lemak hewan dan tinggi sayuran dan buah-buahan ( e.g Mormons,seventh Day Adventists ).
Makanan yang harus dihindari :
• Daging merah
• Lemak hewan
• Makanan berlemak
• Daging dan ikan goreng atau panggang
• Karbohidrat yang disaring(example:sari yang disaring)
Makanan yang harus dikonsumsi:
• Buah-buahan dan sayur-sayuran khususnya Craciferous Vegetables dari golongan kubis ( seperti brokoli,brussels sprouts )
• Butir padi yang utuh
• Cairan yang cukup terutama air
2. Kelainan kolon
- Adenoma di kolon : degenerasi maligna menjadi adenokarsinoma.
- Familial poliposis : polip di usus mengalami degenerasi maligna menjadi karsinoma.
- Kondisi ulserative
Penderita colitis ulserativa menahun mempunyai risiko terkena karsinoma kolon.
3. Genetik
Anak yang berasal dari orangtua yang menderita karsinoma kolon mempunyai frekuensi 3 ½ kali lebih banyak daripada anak – anak yang orangtuanya sehat (FKUI, 2001 : 207).
C. Patofisiologi
1. Anatomi Fisiologi Kolon
Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Pada mamalia, kolon terdiri dari kolon menanjak (ascending), kolon melintang (transverse), kolon menurun (descending), kolon sigmoid, dan rektum. Bagian kolon dari usus buntu hingga pertengahan kolon melintang sering disebut dengan "kolon kanan", sedangkan bagian sisanya sering disebut dengan "kolon kiri
2. Kanker kolon dan rektum terutama (95%) adenokarsinoma (muncul dari lapisan epitel usus) dimulai sebagai polop jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak jaringan normal serta meluas ke dalam struktur sekitarnya. Sel kanker dapat terlepas dari tumor primer dan menyebar ke dalam tubuh yang lain (paling sering ke hati).
Penyebab jelas kanker usus besar belum diketahui secara pasti, namun makanan merupakan faktor yang penting dalam kejadian kanker tersebut. Yaitu berkorelasi dengan faktor makanan yang mengandung kolesterol dan lemak hewan tinggi, kadar serat yang rendah, serta adanya interaksi antara bakteri didalam usus besar dengan asam empedu dan makanan, selain itu dapat juga dipengaruhi oleh minuman yang beralkohol, khususnya bir.
Kanker kolon dan rektum terutama berjenis histopatologis (95%) adenokarsinoma (muncul dari lapisan epitel dalam usus = endotel). Munculnya tumor biasanya dimulai sebagai polip jinak, yang kemudian dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak jaringan normal dan meluas ke dalam struktur sekitarnya. Tumor dapat berupa masa polipoid besar, tumbuh ke dalam lumen dan dengan cepat meluas ke sekitar usus sebagai striktura annular (mirip cincin). Lesi annular lebih sering terjadi pada bagian rektosigmoid, sedangkan lesi polipoid yang datar lebih sering terjadi pada sekum dan kolon asendens.
Tumor dapat menyebar melalui :
• Infiltrasi langsung ke struktur yang berdekatan seperti kedalam kandung kemih (vesika urinaria).
• Penyebaran lewat pembuluh limfe, limfogen ke kelenjar limfe perikolon dan mesokolon.
• Melalui aliran darah, hematogen biasanya ke hati karena kolon mengalirkan darah balik ke sistem portal.
D. Manifestasi klinis
Mula-mula gejalanya tidak jelas, seperti berat badan menurun (sebagai gejala umum keganasan) dan kelelahan yang tidak jelas sebabnya. Setelah berlangsung beberapa waktu barulah muncul gejala-gejala lain yang berhubungan dengan keberadaan tumor dalam ukuran yang bermakna di usus besar. Makin dekat lokasi tumor dengan anus biasanya gejalanya makin banyak. Gejala sangat ditentukan oleh lokasi kanker, tahap penyakit, dan fungsi segmen usus tempat kanker berlokasi. Adanya perubahan dalam defekasi, darah pada feses, konstipasi, perubahan dalam penampilan feses, tenesmus, anemia dan perdarahan rectal merupakan keluhan yang umum terjadi.
• Kanker kolon kanan, dimana isi kolon berupa caiaran, cenderung tetap tersamar hingga stadium lanjut. Sedikit kecenderungan menimbulkan obstruksi, karena lumen usus lebih besar dan feses masih encer. Anemia akibat perdarahan sering terjadi, dan darah bersifat samara dan hanya dapat dideteksi dengan tes Guaiak (suatu tes sederhana yang dapat dilakukan di klinik). Mucus jarang terlihat, karena tercampur dalam feses.
Pada orang yang kurus, tumor kolon kanan mungkin dapat teraba, tetapi jarang pada stadium awal. Penderita mungkin mengalami perasaan tidak enak pada abdomen, dan kadang – kadang pada epigastrium.
• Kanker kolon kiri dan rectum cenderung menyebabkan perubahan defekasi sebagai akibat iritasi dan respon refleks. Diare, nyeri kejang, dan kembung sering terjadi. Karena lesi kolon kiri cenderung melingkar, sering timbul gangguan obstruksi. Feses dapat kecil dan berbentuk seperti pita. Baik mucus maupun darah segar sering terlihat pada feses. Dapat terjadi anemia akibat kehilangan darah kronik. Pertumbuhan pada sigmoid atau rectum dapat mengenai radiks saraf, pembuluh limfe atau vena, menimbulkan gejala – gejala pada tungakai atau perineum. Hemoroid, nyeri pinggang bagian bawah, keinginan defekasi atau sering berkemih dapat timbul sebagai akibat tekanan pada alat – alat tersebut. Gejala yang mungkin dapat timbul pada lesi rectal adalah evakuasi feses yang tidak lengkap setelah defekasi, konstipasi dan diare bergantian, serta feses berdarah (Gale, 2000).
E. Pemeriksaan penunjang
1. Endoskopi
pemeriksaan endoskopi perlu dilakukan baik sigmoidoskopi maupun kolonoskopi.
2. Radiologis
Pemeriksan radiologis yang dapat dilakukan antara lain adalah foto dada dan foto kolon (barium enema). Foto dada dilakukan untuk melihat apakah ada metastasis kanker ke paru.
3. Ultrasonografi (USG)
Sulit dilakukan untuk memeriksa kanker pada kolon, tetapi digunakan untuk melihat ada tidaknya metastasis kanker ke kelenjar getah bening di abdomen dan hati.
4. H`istopatologi
Biopsy digunakan untuk menegakkan diagnosis. Gambar histopatologis karsinoma kolon adalah adenokarsinoma dan perlu ditentukan diferensiansi sel.
5. Laboratorium
Pemeriksaan HB penting untuk memeriksakan kemungkinan pasien mengalami perdarahan.
F. Penatalaksanaan
Bila sudah pasti karsinima kolon, maka kemungkinan pengobatan adalah sebagai berikut :
1. Pembedahan (Operasi)
Operasi adalah penangan yang paling efektif dan cepat untuk tumor yang diketahui lebih awal dan masih belum metastatis, tetapi tidak menjamin semua sel kanker telah terbuang. Oleh sebab itu dokter bedah biasanya juga menghilangkan sebagian besar jaringan sehat yang mengelilingi sekitar kanker.
2. Penyinaran (Radioterapi)
Terapi radiasi memakai sinar gelombang partikel berenergi tinggi misalnya sinar X, atau sinar gamma, difokuskan untuk merusak daerah yang ditumbuhi tumor, merusak genetic sehingga membunuh kanker. Terapi radiasi merusak sel-sel yang pembelahan dirinya cepat, antara alin sel kanker, sel kulit, sel dinding lambung & usus, sel darah. Kerusakan sel tubuh menyebabkan lemas, perubahan kulit dan kehilangan nafsu makan.
3. kemotherapy
Chemotherapy memakai obat antikanker yang kuat , dapat masuk ke dalam sirkulasi darah, sehingga sangat bagus untuk kanker yang telah menyebar. Obat chemotherapy ini ada kira-kira 50 jenis. Biasanya di injeksi atau dimakan, pada umumnya lebih dari satu macam obat, karena digabungkan akan memberikan efek yang lebih bagus (FKUI, 2001 : 211)
G. Komplikasi
Komplikasi terjadi sehubungan dengan bertambahnya pertumbuhan pada lokasi tumor atau melelui penyebaran metastase yang termasuk :
• Perforasi usus besar yang disebabkan peritonitis
• Pembentukan abses
• Pembentukan fistula pada urinari bladder atau vagina
Biasanya tumor menyerang pembuluh darah dan sekitarnya yang menyebabkan pendarahan.Tumor tumbuh kedalam usus besar dan secara berangsur-angsur membantu usus besar dan pada akirnya tidak bisa sama sekali. Perluasan tumor melebihi perut dan mungkin menekan pada organ yang berada disekitanya ( Uterus, urinary bladder,dan ureter ) dan penyebab gejala-gejala tersebut tertutupi oleh kanker.
PENYIMPANGAN KDM
Multi faktor
Disorientasi sel epitel usus
Sehingga membentuk struktur
Sel abnormal
Epitel usus bermitasis abnormal
Penebalan epitel menonjol dan meluas
Obstruksi usus Perubahan pola BAB
Colon Konstipasi
Ancaman kematian
Krng pengetahuan trhdp penyakit
Cemas
Tdk ada nafsu makan BB menurun
Asupan nutrisi in adekuat
Nutrisi krng dari kebutuhan
BAB II
PENGKAJIAN PASIEN
Nama : Tn. Diko
Diagnosa Medik : Ca. Colon
Riwayat kesehatan Sekarang :
Tn. Diko dirawat di Ruang Tulip dengan Keluhan tidak bisa BAB sejak 6 hari yang lalu, ada riwayat sebelumnya BAB campur darah, tidak ada nafsu makan, BB menurun. Pada pemeriksaan fisik, nampak distensi abdomen, konjungtiva pucat, pada pemeriksaan lab.HB 6 gr/dl, pemeriksaan Sigmoidoskopi menunjukan Ca. Colon
Riwayat kesehatan lalu: BAB campur darah
Pemeriksaan fisik :
nampak distensi abdomen
konjungtiva pucat
pemeriksaan penunjang :
hb 6 gr/dl
pemeriksaan Sigmoidoskopi
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Konstipasi b/d adanya obstruksi
2. Cemas b/d ancaman kematian
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d asupan nutrisi in adekuat
INTERVENSI KEPERAWATAN
1. konstipasi b/d adanya obstruksi
Tujuan : tidak terjadi konstipasi
Kriteria hasil : pasien dapat BAB dengan normal
Rencana Keperawatan:
Intervensi :
1. Auskultasi bising usus
Rasional : kembalinya fungsi GI mungkin terlambat oleh efek depresan dari anastesi, ileus paralitik, inflamasi intraperitoneal, obat- obatan. Adanya bunyi abnormal menunjukan terjadinya komplikasi.
2. Observasi gerakan usus, perhatikan warna, konsistensi dan jumlah
Rasional : indikator kembalinya fungsi GI, mengedentifikasi ketepatan intervensi
3. Berikan pelunak feses, supositoria gliserin sesuai indikasi
Rasional : mungkin perlu merangsang peristaltik dengan perlahan atau evakuasi feses
2. Cemas b/d ancaman kematian
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan cemas dapat berkurang atau dapat dikontrol.
Kriteria hasil :
1. Menunjukan rentang yang tepat dari perasaan dan berkurang rasa takut.
2. Dapat mengungkapkan rasa takutnya
3. Tampak rileks dan melaporkan cemas berkurang
4. Dapat mengungkapkan pikiran dan perasaannya
Rencana keperawatan :
Intervensi :
1. Evaluasi tingkat ansietas. Catat respon verbal dan non verbal pasien. Dorong ekspresi bebas dan emosi
Rasional : cemas dapat terjadi karena meningkatkan perasaan sakit, penting pada prosedur diagnostik
2. Berikan informasi tentang proses penyakit dan antisipasi tindakan
Rasional : mengetahui apa yang diharapakan dapat menurunkan ansietas
3. Jadwal istirahat adekuat dan periode menghentikan tidur
Rasional : membatasi kelemaham, menghemat energi dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d asupan nutrisi in adekuat.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien mendemonstrasikan berat badan stabil.
Kriteria hasil :
1. Pengungkapan pemahaman pengaruh individual pada masukan adekuat
2. Menunjukan peningkatan berat badan secara bertahap.
Rencana keperawatan :
Intervensi :
1. Auskultasi bising usus
Rasional : meskipun bising usus sering tidak ada, inflamasi atau iritasi usus dapat menyertai hiperaktivitas usus.
2. Ukur lingkar abdomen
Rasional : memberikan bukti kuantitas perubahan distensi gaster atau usus dan atau akumulasi asites
3. Timbang berat badan dengan teratur
Rasinal : kehilangan atau peningkatan dini menunjukan perubahan hidrasi tetapi kehilangan lanjut didaga adanya defisit nutrisi.
4. Tambahkan diet sesuai toleransi
Rasional : kemampuan diet yang hati-hati saat masukan nutrisi dimulai dari menurunkanm risiko iritasi gaster.
BAB III
PENUTUP
2.1 KESIMPULAN
Kanker kolon adalah suatu bentuk keganasan dari masa abnormal/neoplasma yang muncul dari jaringan epithelial dari colon (Brooker, 2001 : 72).
Kanker kolon/usus besar adalah tumbuhnya sel kanker yang ganas di dalam permukaan usus besar atau rektum (Boyle & Langman, 2000 : 805).
Kanker kolon adalah pertumbuhan sel yang bersifat ganas yang tumbuh pada kolon dan menginvasi jaringan sekitarnya (Tambayong, 2000 : 143).
2.2 SARAN
1. Dosen : kiranya setelah mahasiswa persentase materi makalah ini, sebaiknya kembali dijelaskan agar mahasiswa lebih memahami materinya .
2. Mahasiswa : agar lebih aktif dalam forum diskusi
Rabu, 02 November 2011
MAKALAH KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang berbahaya bagi seorang wanita yang dapat menyebabkan kondisi yang gawat bagi wanita tersebut. Keadaan gawat ini dapat menyebabkan suatu kehamilan ektopik terganggu. Kehamilan ektopik terganggu merupakan peristiwa yang sering dihadapi oleh setiap dokter, dengan gambaran klinik yang sangat beragam. Hal yang perlu diingat adalah bahwa pada setiap wanita dalam masa reproduksi dengan gangguan atau keterlambatan haid yang disertai dengan nyeri perut bagian bawah dapat mengalami kehamilan ektopik terganggu.
Berbagai macam kesulitan dalam proses kehamilan dapat dialami para wanita yang telah menikah. Namun, dengan proses pengobatan yang dilakukan oleh dokter saat ini bisa meminimalisir berbagai macam penyakit tersebut. Kehamilan ektopik diartikan sebagai kehamilan di luar rongga rahim atau kehamilan di dalam rahim yang bukan pada tempat seharusnya, juga dimasukkan dalam kriteria kehamilan ektopik, misalnya kehamilan yang terjadi pada cornu uteri. Jika dibiarkan, kehamilan ektopik dapat menyebabkan berbagai komplikasi yang dapat berakhir dengan kematian.
Istilah kehamilan ektopik lebih tepat daripada istilah ekstrauterin yang sekarang masih banyak dipakai. Diantara kehamilan-kehamilan ektopik, yang terbanyak terjadi di daerah tuba, khususnya di ampulla dan isthmus. Pada kasus yang jarang, kehamilan ektopik disebabkan oleh terjadinya perpindahan sel telur dari indung telur sisi yang satu, masuk ke saluran telur sisi seberangnya.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1. DEFENISI
Istilah ektopik berasal dari bahasa Inggris, ectopic, dengan akar kata dari bahasa Yunani, topos yang berarti tempat. Jadi istilah ektopik dapat diartikan “berada di luar tempat yang semestinya”. Apabila pada kehamilan ektopik terjadi abortus atau pecah, dalam hal ini dapat berbahaya bagi wanita hamil tersebut maka kehamilan ini disebut kehamilan ektopik terganggu.
2.2. INSIDEN
Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara 20 – 40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Namun, frekuensi kehamilan ektopik yang sebenarnya sukar ditentukan. Gejala kehamilan ektopik terganggu yang dini tidak selalu jelas.
2.3. ETIOLOGI
Kehamilan ektopik terjadi karena hambatan pada perjalanan sel telur dari indung telur (ovarium) ke rahim (uterus). Dari beberapa studi faktor resiko yang diperkirakan sebagai penyebabnya adalah (3,4,6):
a. Infeksi saluran telur (salpingitis), dapat menimbulkan gangguan pada motilitas saluran telur.
b. Riwayat operasi tuba.
c. Cacat bawaan pada tuba, seperti tuba sangat panjang.
d. Kehamilan ektopik sebelumnya.
e. Aborsi tuba dan pemakaian IUD.
f. Kelainan zigot, yaitu kelainan kromosom.
g. Bekas radang pada tuba; disini radang menyebabkan perubahan-perubahan pada endosalping, sehingga walaupun fertilisasi dapat terjadi, gerakan ovum ke uterus terlambat.
h. Operasi plastik pada tuba.
i. Abortus buatan.
2.4. PATOFISIOLOGI
Prinsip patofisiologi yakni terdapat gangguan mekanik terhadap ovum yang telah dibuahi dalam perjalanannya menuju kavum uteri. Pada suatu saat kebutuhan embrio dalam tuba tidak dapat terpenuhi lagi oleh suplai darah dari vaskularisasi tuba itu. Ada beberapa kemungkinan akibat dari hal ini yaitu :
1. Kemungkinan “tubal abortion”, lepas dan keluarnya darah dan jaringan ke ujung distal (fimbria) dan ke rongga abdomen. Abortus tuba biasanya terjadi pada kehamilan ampulla, darah yang keluar dan kemudian masuk ke rongga peritoneum biasanya tidak begitu banyak karena dibatasi oleh tekanan dari dinding tuba.
2. Kemungkinan ruptur dinding tuba ke dalam rongga peritoneum, sebagai akibat dari distensi berlebihan tuba.
3. Faktor abortus ke dalam lumen tuba. Ruptur dinding tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya pada kehamilan muda. Ruptur dapat terjadi secara spontan atau karena trauma koitus dan pemeriksaan vaginal. Dalam hal ini akan terjadi perdarahan dalam rongga perut, kadang-kadang sedikit hingga banyak, sampai menimbulkan syok dan kematian.
2.5. MANIFESTASI KLINIK
Gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu sangat berbeda-beda; dari perdarahan yang banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala yang tidak jelas sehingga sukar membuat diagnosanya. Gejala dan tanda tergantung pada lamanya kehamilan ektopik terganggu, abortus atau ruptur tuba, tuanya kehamilan, derajat perdarahan yang terjadi dan keadaan umum penderita sebelum hamil. Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting kedua pada kehamilan ektopik terganggu.
Hal ini menunjukkan kematian janin. Kehamilan ektopik terganggu sangat bervariasi, dari yang klasik dengan gejala perdarahan mendadak dalam rongga perut dan ditandai oleh abdomen akut sampai gejala-gejala yang samar-samar sehingga sulit untuk membuat diagnosanya.
2.6. DIAGNOSIS
Walaupun diagnosanya agak sulit dilakukan, namun beberapa cara ditegakkan, antara lain dengan melihat (5,6,8):
1. Anamnesis dan gejala klinis
Riwayat terlambat haid, gejala dan tanda kehamilan muda, dapat ada atau tidak ada perdarahan per vaginam, ada nyeri perut kanan / kiri bawah. Berat atau ringannya nyeri tergantung pada banyaknya darah yang terkumpul dalam peritoneum.
2. Pemerikaan fisis
a) Didapatkan rahim yang juga membesar, adanya tumor di daerah adneksa.
b) Adanya tanda-tanda syok hipovolemik, yaitu hipotensi, pucat dan ekstremitas dingin, adanya tanda-tanda abdomen akut, yaitu perut tegang bagian bawah, nyeri tekan dan nyeri lepas dinding abdomen.
c) Pemeriksaan ginekologis
3. Pemeriksaan dalam: seviks teraba lunak, nyeri tekan, nyeri pada uteris kanan dan kiri.
4. Pemeriksaan Penunjang
a) Laboratorium : Hb, Leukosit, urine B-hCG (+). Hemoglobin menurun setelah 24 jam dan jumlah sel darah merah dapat meningkat.
b) b) USG : - Tidak ada kantung kehamilan dalam kavum uteri
- Adanya kantung kehamilan di luar kavum uteri
- Adanya massa komplek di rongga panggul
5. Kuldosentesis : suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavum Douglas ada darah.
6. Diagnosis pasti hanya ditegakkan dengan laparotomi.
7. Ultrasonografi berguna pada 5 – 10% kasus bila ditemukan kantong gestasi di luar uterus.
2.7. PENANGANAN
Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi. Pada laparotomi perdarahan selekas mungkin dihentikan dengan menjepit bagian dari adneksa yang menjadi sumber perdarahan. Keadaan umum penderita terus diperbaiki dan darah dalam rongga perut sebanyak mungkin dikeluarkan. Dalam tindakan demikian, beberapa hal yang harus dipertimbangkan yaitu: kondisi penderita pada saat itu, keinginan penderita akan fungsi reproduksinya, lokasi kehamilan ektopik. Hasil ini menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi (pemotongan bagian tuba yang terganggu) pada kehamilan tuba. Dilakukan pemantauan terhadap kadar HCG (kuantitatif). Peninggian kadar HCG yang berlangsung terus menandakan masih adanya jaringan ektopik yang belum terangkat.
Penanganan pada kehamilan ektopik dapat pula dengan transfusi, infus, oksigen, atau kalau dicurigai ada infeksi diberikan juga antibiotika dan antiinflamasi. Sisa-sisa darah dikeluarkan dan dibersihkan sedapat mungkin supaya penyembuhan lebih cepat dan harus dirawat inap di rumah sakit.
2.8 KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi yaitu :
• Pada pengobatan konservatif, yaitu bila kehamilan ektopik terganggu telah lama berlangsung (4-6 minggu), terjadi perdarahan ulang, Ini merupakan indikasi operasi.
• Infeksi
• Sterilitas
• Pecahnya tuba falopii
• Komplikasi juga tergantung dari lokasi tumbuh berkembangnya embrio
2.9. PROGNOSIS
Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan diagnosis dini dengan persediaan darah yang cukup. Hellman dkk., (1971) melaporkan 1 kematian dari 826 kasus, dan Willson dkk (1971) 1 diantara 591 kasus. Tetapi bila pertolongan terlambat, angka kematian dapat tinggi. Sjahid dan Martohoesodo (1970) mendapatkan angka kematian 2 dari 120 kasus. Penderita mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk mengalami kehamilan ektopik kembali. Selain itu, kemungkinan untuk hamil akan menurun. Hanya 60% wanita yang pernah mengalami kehamilan ektopik terganggu dapat hamil lagi, walaupun angka kemandulannya akan jadi lebih tinggi. Angka kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan berkisar antara 0 – 14,6%. Kemungkinan melahirkan bayi cukup bulan adalah sekitar 50% (1,2,7).
2.10. DIAGNOSA BANDING
Diagnosa bandingnya adalah :
• Infeksi pelvic
• Kista folikel
• Abortus biasa
• Radang panggul,
• Torsi kita ovarium,
• Endometriosis
DAFTAR PUSTAKA
1. Prof. dr. Hanifa W, dkk., IlmuKebidanan, Edisi kedua, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 1992, Hal. 323-334.
2. www.medica store.com/kehamilan ektopik,kehamilan luar kandungan/page:1-4
3. Prof. dr. Hanifa W. DSOG, dkk, Ilmu Kandungan,Edisi kedua, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 1999, Hal 250-255.
4. www.medica store.com/kehamilan ektopik/page:1-4
5. Anthonius Budi. M, Kehamilan Ektopik, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2001.
6. Arif M. dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 2001. Hal. 267-271.
7. Prof. Dr. Rustam. M, MPH, Sinopsis Obstetri, Jilid 1, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal.226-235.
8. Dr. I. M. S. Murah Manoe, SpOG, dkk, Pedoman Diagnosa Dan Terapi Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, 1999. Hal. 104-105.
9. http://www.4shared.com/get/LS81058y/MAKALAH_KEHAMILAN_EKTOPIK_TERG.html
<
.
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang berbahaya bagi seorang wanita yang dapat menyebabkan kondisi yang gawat bagi wanita tersebut. Keadaan gawat ini dapat menyebabkan suatu kehamilan ektopik terganggu. Kehamilan ektopik terganggu merupakan peristiwa yang sering dihadapi oleh setiap dokter, dengan gambaran klinik yang sangat beragam. Hal yang perlu diingat adalah bahwa pada setiap wanita dalam masa reproduksi dengan gangguan atau keterlambatan haid yang disertai dengan nyeri perut bagian bawah dapat mengalami kehamilan ektopik terganggu.
Berbagai macam kesulitan dalam proses kehamilan dapat dialami para wanita yang telah menikah. Namun, dengan proses pengobatan yang dilakukan oleh dokter saat ini bisa meminimalisir berbagai macam penyakit tersebut. Kehamilan ektopik diartikan sebagai kehamilan di luar rongga rahim atau kehamilan di dalam rahim yang bukan pada tempat seharusnya, juga dimasukkan dalam kriteria kehamilan ektopik, misalnya kehamilan yang terjadi pada cornu uteri. Jika dibiarkan, kehamilan ektopik dapat menyebabkan berbagai komplikasi yang dapat berakhir dengan kematian.
Istilah kehamilan ektopik lebih tepat daripada istilah ekstrauterin yang sekarang masih banyak dipakai. Diantara kehamilan-kehamilan ektopik, yang terbanyak terjadi di daerah tuba, khususnya di ampulla dan isthmus. Pada kasus yang jarang, kehamilan ektopik disebabkan oleh terjadinya perpindahan sel telur dari indung telur sisi yang satu, masuk ke saluran telur sisi seberangnya.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1. DEFENISI
Istilah ektopik berasal dari bahasa Inggris, ectopic, dengan akar kata dari bahasa Yunani, topos yang berarti tempat. Jadi istilah ektopik dapat diartikan “berada di luar tempat yang semestinya”. Apabila pada kehamilan ektopik terjadi abortus atau pecah, dalam hal ini dapat berbahaya bagi wanita hamil tersebut maka kehamilan ini disebut kehamilan ektopik terganggu.
2.2. INSIDEN
Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara 20 – 40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Namun, frekuensi kehamilan ektopik yang sebenarnya sukar ditentukan. Gejala kehamilan ektopik terganggu yang dini tidak selalu jelas.
2.3. ETIOLOGI
Kehamilan ektopik terjadi karena hambatan pada perjalanan sel telur dari indung telur (ovarium) ke rahim (uterus). Dari beberapa studi faktor resiko yang diperkirakan sebagai penyebabnya adalah (3,4,6):
a. Infeksi saluran telur (salpingitis), dapat menimbulkan gangguan pada motilitas saluran telur.
b. Riwayat operasi tuba.
c. Cacat bawaan pada tuba, seperti tuba sangat panjang.
d. Kehamilan ektopik sebelumnya.
e. Aborsi tuba dan pemakaian IUD.
f. Kelainan zigot, yaitu kelainan kromosom.
g. Bekas radang pada tuba; disini radang menyebabkan perubahan-perubahan pada endosalping, sehingga walaupun fertilisasi dapat terjadi, gerakan ovum ke uterus terlambat.
h. Operasi plastik pada tuba.
i. Abortus buatan.
2.4. PATOFISIOLOGI
Prinsip patofisiologi yakni terdapat gangguan mekanik terhadap ovum yang telah dibuahi dalam perjalanannya menuju kavum uteri. Pada suatu saat kebutuhan embrio dalam tuba tidak dapat terpenuhi lagi oleh suplai darah dari vaskularisasi tuba itu. Ada beberapa kemungkinan akibat dari hal ini yaitu :
1. Kemungkinan “tubal abortion”, lepas dan keluarnya darah dan jaringan ke ujung distal (fimbria) dan ke rongga abdomen. Abortus tuba biasanya terjadi pada kehamilan ampulla, darah yang keluar dan kemudian masuk ke rongga peritoneum biasanya tidak begitu banyak karena dibatasi oleh tekanan dari dinding tuba.
2. Kemungkinan ruptur dinding tuba ke dalam rongga peritoneum, sebagai akibat dari distensi berlebihan tuba.
3. Faktor abortus ke dalam lumen tuba. Ruptur dinding tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya pada kehamilan muda. Ruptur dapat terjadi secara spontan atau karena trauma koitus dan pemeriksaan vaginal. Dalam hal ini akan terjadi perdarahan dalam rongga perut, kadang-kadang sedikit hingga banyak, sampai menimbulkan syok dan kematian.
2.5. MANIFESTASI KLINIK
Gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu sangat berbeda-beda; dari perdarahan yang banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala yang tidak jelas sehingga sukar membuat diagnosanya. Gejala dan tanda tergantung pada lamanya kehamilan ektopik terganggu, abortus atau ruptur tuba, tuanya kehamilan, derajat perdarahan yang terjadi dan keadaan umum penderita sebelum hamil. Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting kedua pada kehamilan ektopik terganggu.
Hal ini menunjukkan kematian janin. Kehamilan ektopik terganggu sangat bervariasi, dari yang klasik dengan gejala perdarahan mendadak dalam rongga perut dan ditandai oleh abdomen akut sampai gejala-gejala yang samar-samar sehingga sulit untuk membuat diagnosanya.
2.6. DIAGNOSIS
Walaupun diagnosanya agak sulit dilakukan, namun beberapa cara ditegakkan, antara lain dengan melihat (5,6,8):
1. Anamnesis dan gejala klinis
Riwayat terlambat haid, gejala dan tanda kehamilan muda, dapat ada atau tidak ada perdarahan per vaginam, ada nyeri perut kanan / kiri bawah. Berat atau ringannya nyeri tergantung pada banyaknya darah yang terkumpul dalam peritoneum.
2. Pemerikaan fisis
a) Didapatkan rahim yang juga membesar, adanya tumor di daerah adneksa.
b) Adanya tanda-tanda syok hipovolemik, yaitu hipotensi, pucat dan ekstremitas dingin, adanya tanda-tanda abdomen akut, yaitu perut tegang bagian bawah, nyeri tekan dan nyeri lepas dinding abdomen.
c) Pemeriksaan ginekologis
3. Pemeriksaan dalam: seviks teraba lunak, nyeri tekan, nyeri pada uteris kanan dan kiri.
4. Pemeriksaan Penunjang
a) Laboratorium : Hb, Leukosit, urine B-hCG (+). Hemoglobin menurun setelah 24 jam dan jumlah sel darah merah dapat meningkat.
b) b) USG : - Tidak ada kantung kehamilan dalam kavum uteri
- Adanya kantung kehamilan di luar kavum uteri
- Adanya massa komplek di rongga panggul
5. Kuldosentesis : suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavum Douglas ada darah.
6. Diagnosis pasti hanya ditegakkan dengan laparotomi.
7. Ultrasonografi berguna pada 5 – 10% kasus bila ditemukan kantong gestasi di luar uterus.
2.7. PENANGANAN
Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi. Pada laparotomi perdarahan selekas mungkin dihentikan dengan menjepit bagian dari adneksa yang menjadi sumber perdarahan. Keadaan umum penderita terus diperbaiki dan darah dalam rongga perut sebanyak mungkin dikeluarkan. Dalam tindakan demikian, beberapa hal yang harus dipertimbangkan yaitu: kondisi penderita pada saat itu, keinginan penderita akan fungsi reproduksinya, lokasi kehamilan ektopik. Hasil ini menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi (pemotongan bagian tuba yang terganggu) pada kehamilan tuba. Dilakukan pemantauan terhadap kadar HCG (kuantitatif). Peninggian kadar HCG yang berlangsung terus menandakan masih adanya jaringan ektopik yang belum terangkat.
Penanganan pada kehamilan ektopik dapat pula dengan transfusi, infus, oksigen, atau kalau dicurigai ada infeksi diberikan juga antibiotika dan antiinflamasi. Sisa-sisa darah dikeluarkan dan dibersihkan sedapat mungkin supaya penyembuhan lebih cepat dan harus dirawat inap di rumah sakit.
2.8 KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi yaitu :
• Pada pengobatan konservatif, yaitu bila kehamilan ektopik terganggu telah lama berlangsung (4-6 minggu), terjadi perdarahan ulang, Ini merupakan indikasi operasi.
• Infeksi
• Sterilitas
• Pecahnya tuba falopii
• Komplikasi juga tergantung dari lokasi tumbuh berkembangnya embrio
2.9. PROGNOSIS
Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan diagnosis dini dengan persediaan darah yang cukup. Hellman dkk., (1971) melaporkan 1 kematian dari 826 kasus, dan Willson dkk (1971) 1 diantara 591 kasus. Tetapi bila pertolongan terlambat, angka kematian dapat tinggi. Sjahid dan Martohoesodo (1970) mendapatkan angka kematian 2 dari 120 kasus. Penderita mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk mengalami kehamilan ektopik kembali. Selain itu, kemungkinan untuk hamil akan menurun. Hanya 60% wanita yang pernah mengalami kehamilan ektopik terganggu dapat hamil lagi, walaupun angka kemandulannya akan jadi lebih tinggi. Angka kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan berkisar antara 0 – 14,6%. Kemungkinan melahirkan bayi cukup bulan adalah sekitar 50% (1,2,7).
2.10. DIAGNOSA BANDING
Diagnosa bandingnya adalah :
• Infeksi pelvic
• Kista folikel
• Abortus biasa
• Radang panggul,
• Torsi kita ovarium,
• Endometriosis
DAFTAR PUSTAKA
1. Prof. dr. Hanifa W, dkk., IlmuKebidanan, Edisi kedua, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 1992, Hal. 323-334.
2. www.medica store.com/kehamilan ektopik,kehamilan luar kandungan/page:1-4
3. Prof. dr. Hanifa W. DSOG, dkk, Ilmu Kandungan,Edisi kedua, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 1999, Hal 250-255.
4. www.medica store.com/kehamilan ektopik/page:1-4
5. Anthonius Budi. M, Kehamilan Ektopik, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2001.
6. Arif M. dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 2001. Hal. 267-271.
7. Prof. Dr. Rustam. M, MPH, Sinopsis Obstetri, Jilid 1, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal.226-235.
8. Dr. I. M. S. Murah Manoe, SpOG, dkk, Pedoman Diagnosa Dan Terapi Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, 1999. Hal. 104-105.
9. http://www.4shared.com/get/LS81058y/MAKALAH_KEHAMILAN_EKTOPIK_TERG.html
<
b>
THE END
THANK YOU
GOD BLESS YOU GUYS
CREATED ; AFRIAN CALVIN
.
MAKALAH SISTEM REGULASI DAN MEKANISME KONTROL KARDIOVASKULER
BAB I
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Sistem kardiovaskuler terdiri dari jantung, dan pembuluh darah,jantung terletak pada mediastinum rongga dada.jantung merupakan sebuah organ yang terdiri otot. Otot jantung merupakan jaringan istimewa karena kalau dilihat dari bentuk dan susunannya sama dengan otot serat lintang tetapi cara bekerjanya menyerupai otot polos yang itu di luar kemauan kita (di pengaruhi oleh susunan saraf otonom).
Dalam sistem kerjanya jantung mempunyai 3 periode yaitu :
1. Periode kontriksi (periode sistole).suatu keadaan ketika jantung bagian ventrikel dalam keadaan menguncup.katup bikus dan trikuspidalis dalam keadaan tertutup,valvula semilunaris aorta dan valvula semilunaris arteri pulmonalis terbuka,sehingga darah dari ventrikel dekstra mengalir ke arteri pulmonalis masuk ke paru – paru kiri dan kanan. Sedangkan darah dari ventrikel sinistra mengalir ke aorta di edarkan diseluruh tubuh.
2. Periode dilatasi (sistole).suatu keadaan ketika jantung mengembang. katup bikus dan trikuspidalis terbuka , sehingga darah dari atrium sinistra masuk ke ventrikel sinistra dan darah dari atrium dekstra masuk ke ventrikel dekstra. Selanjutnya darah yang ada di paru – paru kiri dan kanan melalui vena pulmonalis masuk ke atrium sinistra dan darah dari seluruh tubuh melalui vena kava masuk ke atrium dekstra.
3. Periode istirahat, yaitu waktu antara periode kontriksi dan dilatasi ketika jantung berhenti kira – kira 1/10 detik. Pada waktu beristirahat jantung akan menguncup sebanyak 70 – 80 kali /menit.pada tiap – tiap kontraksi jantung akan memindahkan darah ke aorta sebanyak 60 – 70 cc.
Kalau kita bekerja maka jantung akan lebih cepat berkontraksi sehingga darah lebih banyak dialirkan keseluruh tubuh. Kerja jantung dapat diketahui dengan jalan memeriksa perjalanan darah dalam arteri. Oleh karena itu dinding arteri akan mengembang jika kedalamnya mengalir gelombang darah. Gelombang darah ini menimbulkan denyutan pada arteri. Sesuai dengan kuncup jantung yang disebut denyut nadi. Baik buruknya dan teratur tidaknya denyut nadi bergantung dari kembang kempisnya jantung.
Siklus jantung merupakan kejadian yang terjadi dalam jantung selama peredaran darah. Gerakan jantung terdiri dari 2 jenis yaitu kontriksi dan pengendoran kontriksi dari ke -2 atrium yang terjadi secara serentak yang di sebut sistole atrial dan pengendoranya di sebut diastole atrial. Lama kontriksi ventrikel > 0,3 detik dan tahap pengendorannya 0,5 detik.kontriksi kedua atrium pendek,sedangkan kontriksi ventrikel lebih lama dan lebih kuat. Daya dorong ventrikel kiri harus lebih kuat karena harus mendorong darah keseluruh tubuh untuk mempertahankan tekanan darah sistemik. Meskipun ventrikel kanan memompakan darah yang sama tetapi tugasnya hanya mengalirka n darah ke paru – paru.
Dalam sistem kardiovaskuler terdapat suatu sistem regulasi yang merupakan pengaturan fungsi jantung tanpa pengaruh dari luar/ suatu proses pengaturan dalam proses kontraksi dan relaksasi yang terjadi di dalam jantung.
Pada jantung terdapat 3 lapisan yaitu perikardium, miokardium, dan endokardium,yang merupakan komponen dalam pengaturan mekanisme kardiovaskuler terutama pada lapisan miokardium.
B.RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas rumusan masalah yang dapat ditentukan yaitu sebagai berikut :
1. Definisi sistem regulasi kardiovaskuler.
2. Bagaimana mekanisme regulasi kardiovaskuler.
3. Bagaimana mekanisme kontrol sistem kardiovaskuler.
C.TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah diatas dapat disimpulkan tujuan yang di harapakan yaitu sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui definisi dari sistem regulasi kardiovaskuler.
2. Untuk mengetahui mekanisme regulasi kardiovaskuler.
3. Untuk mengetahui mekanisme kontrol sistem kardiovaskuler
BAB II
PEMBAHASAN
1.Definisi sistem regulasi kardiovaskuler
Sistem regulasi kardiovaskuler merupakan suatu mekanisme kerja jantung yang dilakukan oleh jantung tanpa pengaruh dari luar,dimana jantung memompa darah keseluruh bagian tubuh.yang memiliki peranan dalam proses kontraksi dan relaksasi dalam jantung adalah otot jantung itu sendiri.
Otot jantung terdiri atas 3 tipe yaitu otot atrium, otot ventrikel, dan serat otot khusus penghantar rangsangan/sebagai pencetus rangsangan.otot atrium dan ventrikel bekerja dengan cara yag sama seperti otot rangka dengan kontraksi yang lebih lama. Sedangkan serat khusus penghantar dan pencetus rangsangan berkontraksi dengan lemah karena serat – serat ini hanya mengandung serat kontraktif malahan serat ini menghambat irama dan berbagai kecepatan konduksi sehingga serat ini bekerja sebagai suatu sistem pencetus rangsangan bagi jantung.
a.) Fungsi umum otot jantung
Sebagai ritmisitas / otomatis
Otot jantung secara potensial dapat berkontraksi tanpa adanya rangsangan dari luar.jantung dapat membentuk rangsangan /impuls sendiri. Pada keadaan sel –sel miokardium memiliki daya kontraktilitas yang tinggi
Mengikuti hukum gagal atau tuntas
Bila impuls yang dileps mencapai ambang rangsangan otot jantung maka seluruh jantung akan berkontrksi maksimal,sebab susunan otot jantung merupakan sinsitium sehingga impuls jantung segera dapat mencapai semua bagian jantung. Jantung selalu berkontraksi dengan kekuatan yang sama. Kekuatan kontraksi dapat berubah – ubah bergantung pada faktor tertentu, misalnya serat otot jantung, suhu, dan hormon tertentu.
Tidak dapat berkontraksi tetanik
Refraktor absolut pada otot jantung berlangsung sampai 1/3 masa relaksasi jantung merupkan upaya tubuh untuk melindungi diri.
Kekuatan kontraksi dipengaruhi panjang awal otot
Bila seberkas otot rangka diregang kemudian dirangsang secara maksimal,otot tersebut akan berkontraksi dengan kekutan tertentu. Serat otot jantung akan bertambah panjang bila diastoliknya bertambah. Bila peningkatan diastolik melampaui abats tertentu kekuatan kontraksi akan menurun kembali.
b.) Regulasi sistem kardiovaskuler
Regulasi oleh sistem saraf.
Sistem saraf adalah sistem yang mengatur perubahan akut (cepat) dari sistem sirkulasi.perubahan tekanan darah yang mendadak, dalam hitungan detik akan diantisipasi oleh sistem saraf agar tekanan darah dapat normal kembali.sejauh ini sistem saraf yang dianggap terlibat dalam pengaturan (regulasi) sirkulasi adalah sistem saraf simpatis.sementra sistem saraf parasimpatis tidak langsung mempengaruhi sistem sirkulasi, tetapi mengatur kerja jantung yang nantinya berperan dalam sistem sirkulasi.
Serabut saraf simpatis melalui segmen torakal dan lumbal 1 – 2 akan menginervasi pembuluh darah utama pada alat – alat dalam (viscera) dan jantung, kemudian melalui saraf spinalis akan menginervasi pembuluh – pembuluh darah di perifer. Serabut saraf simpatis akan menginervasi semua bagian pembuluh darah kecuali bagian kapiler, metaarteriola,dan spinkter pre kapiler. Pengaruh simpatis ini akan menyebabkan penyempitan (vasokontriksi) pembuluh darah sehingga resistensinya meningkat dan terjadi perubahan kecepatan aliran dan volume darah ke jaringan. Sementara itu pengaruhya pada jantung, menyebabkan kerja jantung meningkat dengan menambah denyut jantung (HR) dan kontraktilitas otot jantung.
Peranan saraf simpatis sangat minim pada sirkulasi, saraf ini terutama mempengaruhi jantung dengan mengurangi HR dan kontraktilitasnya sehingga menekan kerja jantung.
Dalam regulasi oleh sistem saraf pada kardiovaskuler terdapat vasometer center yang terletak pada substansi retikullaris di daerah medulla oblongata dan 1/3 bagian pons serebri. Daerah inilh yang mentransmisikan impuls yang akan dibawa oleh serabut saraf simpatis dan parasimpatis mengatur kerja sistem impuls yang datang dari hipotalamus dan korteks serebri.
Refleks – refleks saraf.selain sistem saraf otonom yang mengatur sirkulasi terdapat banyak sistem yang tidak disadari juga ikut menjaga perubahan sistem sirkulasi agar tetap normal. Termasuk dalam sistem ini adalah baroreseptor, kemoreseptor, atrial, dan refleks arteri pulmonary refleks,reflek atrium ke ginjal dan susunan saraf pusat iskemik refleks.
Regulasi lokal.
Salah satu keistimewaan dari sistem sirkulasi adalah setiap jaringan mampu mengatur kebutuhannya akan darah , lewat pengaturan pembuluh darah dijaringannya masing- masing.
Regulasi lokal ini dapat di bagi dua yaitu
1. Regulasi jangka pendek
Pada saat jaringan menjadi aktif, maka kebutuhan akan darah dan oksigen meningkat. Olehnya itu jaringan akan melebarkan diameter (vasodilatasi) pembuluh darahnya khususnya pada segmen metaarteriola,kapiler, dan spinkter prekapiler supaya kebutuhan yang meningkat akan di penuhi.
Ada 2 teori dasar yang mengatur regulasi lokal ini yaitu :
a) Teori vasodilator, menurut teori ini jaringan yang meningkat aktivitasnya akan melepaskan zat – zat vasodilator seperti adenosine, karbondioksida, asam laktat, histamin, adenosin phosphat, ion kalium, dan ion hidrogen yang menimbulkan vasodilatasi gpada arteriole,metaarteriole, dan spinkter prekapiler.
b) Teori kekurangan oksigen, kontraksi dari pembuluh darah baru bisa terjadi jika tersedia oksigen dan makanan lain dalam jumlah yang cukup. Jika jaringan meningkat metabolismenya, maka availabilitas oksigen dan makanan lain akan berkurang pada jaringan tersebut sehingga menyebabkan dilatasi pembuluh darah lokal.
2. Regulasi jangka panjang
Bila terjadi perubahan pada aktifitas mekanisme jaringan dalam waktu yang lama, hal ini akan menimbulkan perubahan pada sistem sirkulasinya. Misalnya tekanan darah seseorang 60 mmhg selama beberapa minggu, maka akan terjadi perubahan fisik dari ukuran diameter pembuluh darah bahakan jumlah pembuluh darah akan bertambah untuk mengatasi keadaan suplay darah dan oksigen ang berkurang yang ditimbulkan oleh tekanan darah serendah itu. Demikian pula sebaliknya bila tekanan darah terlalu tinggi dan berlangsung lama, maka jumlah dan ukuran pembuluh darah akan berkurang. Tetapi hal ini bergantung pula pada usia jaringannya, apabila masih muda (neonatus), atau pada jaringan parut, jaringan kanker ,perubahan ini dapat berlangsung dengan mudah, tetapi pad jaringan yang tua perlangsungannya (perubahannya) sangat lambat. Perubahan yang terjadi pada pembuluh darah lokal dapat berupa angiogenesis (pembentukkan pembuluh darah baru).
3. Regulasi humoral
Regulasi ini disebabkan oleh adanya zat – zat yang di sekresi atau di absorbsi kedalam ccairan tubuh seperti hormon dan ion tertentu. Beberapa dari zat ini memang dihasilkan oleh kelenjar khusus dan disekresikan ke pembuluh darah, dan sebagian lagi diproduksi oleh jaringan lokal dan tempat kerjanya juga lokal. Zat ini terdiri dari zat vasokontriktor dan zat vasodilator.
Zat vasokontriktor jika diproduksi akan menyebabkan penyempitan pembuluh darah lokal maupun sistemik. Yang termasuk zat / bahan vasokontriktor adalah epinefrin,norepinefrin,angiotensin,dan vasopresin. sedangkan zat vasodilator adalah zt yang mendilatasi pembuluh darah seperti bradikinin, serotonin, histamin dan prostaglandin.
4. Regulasi oleh ginjal
Ginjal akan berperan jika terjadi perubahan dalam sirkulasi yang berlangsung lama, yang oleh sistem sraf telah di antisipasi tetapi tidak berubah,seperti jika terjadi peningkatan tekanan arteri dalam beberapa minggu yang dalam menit /hari pertama telah direspon oleh sistem saraf tetapi tekanan arteri masih tetap tinggi , maka ginjal akan memberi respon dengan pengeluaran air / elektrolit agar tekanan menjadi normal kembali. Pada ginjal ada 2 sistem yang mengatur hal ini yaitu sisitem ginjal cairan tubuh dan sistem renin angiotensin.
Sistem cairan tubuh oleh ginjal,jika volume cairan tubuh sangat meningkat,cairan ekstrasel akan meningkat an meninggikan tekanan darah. ginjal akan bereaksi dengan mengeluarkan cairan tubuh sehinggan volume darah kembali normal dan tekanan darah juga kembali normal. Demikian pula sebaliknya, jika tekanan darah menurun maka ginjal akan menahan air dan elektrolit sehingga darah tidak berkurang dan tekanan darah tidak turun lebih rendah.
Sistem renin – angiotensin. Renin adalah sejenis enzim yang di produksi oleh juxtaglomerular apparatus dari ginjal. Jika tekanan darahnya menurun, maka umlah darah dan elektrolit yang sampai ke ginjal berkurang. Hal ini akan merangsang pelepasan renin oleh ginjal. Renin akan dibawah masuk ke pembuluh darah dan akan mengubah protein plasma yang disebut angiotensinogen menjadi angiotensin I dan selanjutnya angiotensin I akan diubah oleh ACE (Angiotensin converting enzim) yang dihasilkan oleh paru – paru menjadi kerjanya ke sistem sirkulasi. Jika angiotensin II telah ada dalam sirkulasi , maka akan meningkatkan peningkatan tekanan darah menuju tekanan yang normal.
Hal yang sebaliknya terjadi, jika tekanan darah meningkat maka renin tidak akan diproduksi sehingga tidak terbentuk Angiotensin II dan akibatnya tekanan darah dapat lambat laun menuju normal.
2. Mekanisme kontrol sistem kardiovaskuler
Dalam pengontrolan sistem kardiovaskuler terdapat 2 mekanisme yaitu :
1. Heterometric autoregulasion yaitu peningkatan serabut miokardium yang mengakibatkan kekuatan kontraksi.
2. Homeometric autoregulation yaitu frekuensi daripada kontaksi dan temperatur mempengaruhi kekuatan kontraksi untuk suatu panjang serabut miokard tersebut.Myocardial yang meningkat akan meningkatkan kekuatan kontraksi.
Kekuatan kontraksi akan meningkat dengan meningkatkannya frekuensi kontraksi.Temperatur yang rendah (hipothermia) akan mengurangi kekuatan kontraksi jantung. Batas temperatur adalah 26 – 44 derajat celcius.
Mekanisme pengonrolan kardiovaskuler melalui 2 pengontrolan ekstrinsik yaitu :
Kontrol saraf.
Saraf simpattis merupakan mediator khemis yang dilepaskan pada postaganglionik adalah norepinefrin, yang bekerja pada reseptor adrenergik pada sel – sel efektor. Ada 2 tipe reseptor adrenergik yaitu alfa dan beta reseptor, jantung mengandung beta reseptor,dimana beta reseptor ini akan merangsang myocardium yang mengakibatkan meningkatnya kontraksi dan kecepatan jantung.
Saraf parasimpatis akan melepaskan acetylkolin yang bekerja pada reseptor kolinergik pada sel efektor. Saraf parasimpatis ini menyebabkan frekuensi jantung menurun,menekan kontraktilitas sehingga menurunkan kekuatan kontraksi dan menghambat konduksi saraf.
Kontrol kimia
Misalnya hormon korteks adrenal ,angiotensin, tiroksin dan serotonin menyebabkan meningkatnya kontraksi jantung,sebaliknya keadaan hipoksemia akan menurunkan kekuatan kontraksi jantung.
BAB III
PENUTUP
1.KESIMPULAN
Jantung merupakan organ terpenting mekanisme kardiovaskuler dan merupakan organ yang melakuakn proses kontraksi untuk memenuhi kebutuhan suplay darah keseluruh jaringan tubuh,dan dalam mekanisme kerjanya juga dibawah pengontrolan sitem hormon dan sistem saraf agar selalu membawa kondisi sirkulasi darah dalam keadaan yang normal.
2.SARAN
Demikianlah makalah yang kami buat ini walaupun dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan tapi semoga isi dari makalah kami memiliki manfaat untuk kita semua.
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Sistem kardiovaskuler terdiri dari jantung, dan pembuluh darah,jantung terletak pada mediastinum rongga dada.jantung merupakan sebuah organ yang terdiri otot. Otot jantung merupakan jaringan istimewa karena kalau dilihat dari bentuk dan susunannya sama dengan otot serat lintang tetapi cara bekerjanya menyerupai otot polos yang itu di luar kemauan kita (di pengaruhi oleh susunan saraf otonom).
Dalam sistem kerjanya jantung mempunyai 3 periode yaitu :
1. Periode kontriksi (periode sistole).suatu keadaan ketika jantung bagian ventrikel dalam keadaan menguncup.katup bikus dan trikuspidalis dalam keadaan tertutup,valvula semilunaris aorta dan valvula semilunaris arteri pulmonalis terbuka,sehingga darah dari ventrikel dekstra mengalir ke arteri pulmonalis masuk ke paru – paru kiri dan kanan. Sedangkan darah dari ventrikel sinistra mengalir ke aorta di edarkan diseluruh tubuh.
2. Periode dilatasi (sistole).suatu keadaan ketika jantung mengembang. katup bikus dan trikuspidalis terbuka , sehingga darah dari atrium sinistra masuk ke ventrikel sinistra dan darah dari atrium dekstra masuk ke ventrikel dekstra. Selanjutnya darah yang ada di paru – paru kiri dan kanan melalui vena pulmonalis masuk ke atrium sinistra dan darah dari seluruh tubuh melalui vena kava masuk ke atrium dekstra.
3. Periode istirahat, yaitu waktu antara periode kontriksi dan dilatasi ketika jantung berhenti kira – kira 1/10 detik. Pada waktu beristirahat jantung akan menguncup sebanyak 70 – 80 kali /menit.pada tiap – tiap kontraksi jantung akan memindahkan darah ke aorta sebanyak 60 – 70 cc.
Kalau kita bekerja maka jantung akan lebih cepat berkontraksi sehingga darah lebih banyak dialirkan keseluruh tubuh. Kerja jantung dapat diketahui dengan jalan memeriksa perjalanan darah dalam arteri. Oleh karena itu dinding arteri akan mengembang jika kedalamnya mengalir gelombang darah. Gelombang darah ini menimbulkan denyutan pada arteri. Sesuai dengan kuncup jantung yang disebut denyut nadi. Baik buruknya dan teratur tidaknya denyut nadi bergantung dari kembang kempisnya jantung.
Siklus jantung merupakan kejadian yang terjadi dalam jantung selama peredaran darah. Gerakan jantung terdiri dari 2 jenis yaitu kontriksi dan pengendoran kontriksi dari ke -2 atrium yang terjadi secara serentak yang di sebut sistole atrial dan pengendoranya di sebut diastole atrial. Lama kontriksi ventrikel > 0,3 detik dan tahap pengendorannya 0,5 detik.kontriksi kedua atrium pendek,sedangkan kontriksi ventrikel lebih lama dan lebih kuat. Daya dorong ventrikel kiri harus lebih kuat karena harus mendorong darah keseluruh tubuh untuk mempertahankan tekanan darah sistemik. Meskipun ventrikel kanan memompakan darah yang sama tetapi tugasnya hanya mengalirka n darah ke paru – paru.
Dalam sistem kardiovaskuler terdapat suatu sistem regulasi yang merupakan pengaturan fungsi jantung tanpa pengaruh dari luar/ suatu proses pengaturan dalam proses kontraksi dan relaksasi yang terjadi di dalam jantung.
Pada jantung terdapat 3 lapisan yaitu perikardium, miokardium, dan endokardium,yang merupakan komponen dalam pengaturan mekanisme kardiovaskuler terutama pada lapisan miokardium.
B.RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas rumusan masalah yang dapat ditentukan yaitu sebagai berikut :
1. Definisi sistem regulasi kardiovaskuler.
2. Bagaimana mekanisme regulasi kardiovaskuler.
3. Bagaimana mekanisme kontrol sistem kardiovaskuler.
C.TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah diatas dapat disimpulkan tujuan yang di harapakan yaitu sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui definisi dari sistem regulasi kardiovaskuler.
2. Untuk mengetahui mekanisme regulasi kardiovaskuler.
3. Untuk mengetahui mekanisme kontrol sistem kardiovaskuler
BAB II
PEMBAHASAN
1.Definisi sistem regulasi kardiovaskuler
Sistem regulasi kardiovaskuler merupakan suatu mekanisme kerja jantung yang dilakukan oleh jantung tanpa pengaruh dari luar,dimana jantung memompa darah keseluruh bagian tubuh.yang memiliki peranan dalam proses kontraksi dan relaksasi dalam jantung adalah otot jantung itu sendiri.
Otot jantung terdiri atas 3 tipe yaitu otot atrium, otot ventrikel, dan serat otot khusus penghantar rangsangan/sebagai pencetus rangsangan.otot atrium dan ventrikel bekerja dengan cara yag sama seperti otot rangka dengan kontraksi yang lebih lama. Sedangkan serat khusus penghantar dan pencetus rangsangan berkontraksi dengan lemah karena serat – serat ini hanya mengandung serat kontraktif malahan serat ini menghambat irama dan berbagai kecepatan konduksi sehingga serat ini bekerja sebagai suatu sistem pencetus rangsangan bagi jantung.
a.) Fungsi umum otot jantung
Sebagai ritmisitas / otomatis
Otot jantung secara potensial dapat berkontraksi tanpa adanya rangsangan dari luar.jantung dapat membentuk rangsangan /impuls sendiri. Pada keadaan sel –sel miokardium memiliki daya kontraktilitas yang tinggi
Mengikuti hukum gagal atau tuntas
Bila impuls yang dileps mencapai ambang rangsangan otot jantung maka seluruh jantung akan berkontrksi maksimal,sebab susunan otot jantung merupakan sinsitium sehingga impuls jantung segera dapat mencapai semua bagian jantung. Jantung selalu berkontraksi dengan kekuatan yang sama. Kekuatan kontraksi dapat berubah – ubah bergantung pada faktor tertentu, misalnya serat otot jantung, suhu, dan hormon tertentu.
Tidak dapat berkontraksi tetanik
Refraktor absolut pada otot jantung berlangsung sampai 1/3 masa relaksasi jantung merupkan upaya tubuh untuk melindungi diri.
Kekuatan kontraksi dipengaruhi panjang awal otot
Bila seberkas otot rangka diregang kemudian dirangsang secara maksimal,otot tersebut akan berkontraksi dengan kekutan tertentu. Serat otot jantung akan bertambah panjang bila diastoliknya bertambah. Bila peningkatan diastolik melampaui abats tertentu kekuatan kontraksi akan menurun kembali.
b.) Regulasi sistem kardiovaskuler
Regulasi oleh sistem saraf.
Sistem saraf adalah sistem yang mengatur perubahan akut (cepat) dari sistem sirkulasi.perubahan tekanan darah yang mendadak, dalam hitungan detik akan diantisipasi oleh sistem saraf agar tekanan darah dapat normal kembali.sejauh ini sistem saraf yang dianggap terlibat dalam pengaturan (regulasi) sirkulasi adalah sistem saraf simpatis.sementra sistem saraf parasimpatis tidak langsung mempengaruhi sistem sirkulasi, tetapi mengatur kerja jantung yang nantinya berperan dalam sistem sirkulasi.
Serabut saraf simpatis melalui segmen torakal dan lumbal 1 – 2 akan menginervasi pembuluh darah utama pada alat – alat dalam (viscera) dan jantung, kemudian melalui saraf spinalis akan menginervasi pembuluh – pembuluh darah di perifer. Serabut saraf simpatis akan menginervasi semua bagian pembuluh darah kecuali bagian kapiler, metaarteriola,dan spinkter pre kapiler. Pengaruh simpatis ini akan menyebabkan penyempitan (vasokontriksi) pembuluh darah sehingga resistensinya meningkat dan terjadi perubahan kecepatan aliran dan volume darah ke jaringan. Sementara itu pengaruhya pada jantung, menyebabkan kerja jantung meningkat dengan menambah denyut jantung (HR) dan kontraktilitas otot jantung.
Peranan saraf simpatis sangat minim pada sirkulasi, saraf ini terutama mempengaruhi jantung dengan mengurangi HR dan kontraktilitasnya sehingga menekan kerja jantung.
Dalam regulasi oleh sistem saraf pada kardiovaskuler terdapat vasometer center yang terletak pada substansi retikullaris di daerah medulla oblongata dan 1/3 bagian pons serebri. Daerah inilh yang mentransmisikan impuls yang akan dibawa oleh serabut saraf simpatis dan parasimpatis mengatur kerja sistem impuls yang datang dari hipotalamus dan korteks serebri.
Refleks – refleks saraf.selain sistem saraf otonom yang mengatur sirkulasi terdapat banyak sistem yang tidak disadari juga ikut menjaga perubahan sistem sirkulasi agar tetap normal. Termasuk dalam sistem ini adalah baroreseptor, kemoreseptor, atrial, dan refleks arteri pulmonary refleks,reflek atrium ke ginjal dan susunan saraf pusat iskemik refleks.
Regulasi lokal.
Salah satu keistimewaan dari sistem sirkulasi adalah setiap jaringan mampu mengatur kebutuhannya akan darah , lewat pengaturan pembuluh darah dijaringannya masing- masing.
Regulasi lokal ini dapat di bagi dua yaitu
1. Regulasi jangka pendek
Pada saat jaringan menjadi aktif, maka kebutuhan akan darah dan oksigen meningkat. Olehnya itu jaringan akan melebarkan diameter (vasodilatasi) pembuluh darahnya khususnya pada segmen metaarteriola,kapiler, dan spinkter prekapiler supaya kebutuhan yang meningkat akan di penuhi.
Ada 2 teori dasar yang mengatur regulasi lokal ini yaitu :
a) Teori vasodilator, menurut teori ini jaringan yang meningkat aktivitasnya akan melepaskan zat – zat vasodilator seperti adenosine, karbondioksida, asam laktat, histamin, adenosin phosphat, ion kalium, dan ion hidrogen yang menimbulkan vasodilatasi gpada arteriole,metaarteriole, dan spinkter prekapiler.
b) Teori kekurangan oksigen, kontraksi dari pembuluh darah baru bisa terjadi jika tersedia oksigen dan makanan lain dalam jumlah yang cukup. Jika jaringan meningkat metabolismenya, maka availabilitas oksigen dan makanan lain akan berkurang pada jaringan tersebut sehingga menyebabkan dilatasi pembuluh darah lokal.
2. Regulasi jangka panjang
Bila terjadi perubahan pada aktifitas mekanisme jaringan dalam waktu yang lama, hal ini akan menimbulkan perubahan pada sistem sirkulasinya. Misalnya tekanan darah seseorang 60 mmhg selama beberapa minggu, maka akan terjadi perubahan fisik dari ukuran diameter pembuluh darah bahakan jumlah pembuluh darah akan bertambah untuk mengatasi keadaan suplay darah dan oksigen ang berkurang yang ditimbulkan oleh tekanan darah serendah itu. Demikian pula sebaliknya bila tekanan darah terlalu tinggi dan berlangsung lama, maka jumlah dan ukuran pembuluh darah akan berkurang. Tetapi hal ini bergantung pula pada usia jaringannya, apabila masih muda (neonatus), atau pada jaringan parut, jaringan kanker ,perubahan ini dapat berlangsung dengan mudah, tetapi pad jaringan yang tua perlangsungannya (perubahannya) sangat lambat. Perubahan yang terjadi pada pembuluh darah lokal dapat berupa angiogenesis (pembentukkan pembuluh darah baru).
3. Regulasi humoral
Regulasi ini disebabkan oleh adanya zat – zat yang di sekresi atau di absorbsi kedalam ccairan tubuh seperti hormon dan ion tertentu. Beberapa dari zat ini memang dihasilkan oleh kelenjar khusus dan disekresikan ke pembuluh darah, dan sebagian lagi diproduksi oleh jaringan lokal dan tempat kerjanya juga lokal. Zat ini terdiri dari zat vasokontriktor dan zat vasodilator.
Zat vasokontriktor jika diproduksi akan menyebabkan penyempitan pembuluh darah lokal maupun sistemik. Yang termasuk zat / bahan vasokontriktor adalah epinefrin,norepinefrin,angiotensin,dan vasopresin. sedangkan zat vasodilator adalah zt yang mendilatasi pembuluh darah seperti bradikinin, serotonin, histamin dan prostaglandin.
4. Regulasi oleh ginjal
Ginjal akan berperan jika terjadi perubahan dalam sirkulasi yang berlangsung lama, yang oleh sistem sraf telah di antisipasi tetapi tidak berubah,seperti jika terjadi peningkatan tekanan arteri dalam beberapa minggu yang dalam menit /hari pertama telah direspon oleh sistem saraf tetapi tekanan arteri masih tetap tinggi , maka ginjal akan memberi respon dengan pengeluaran air / elektrolit agar tekanan menjadi normal kembali. Pada ginjal ada 2 sistem yang mengatur hal ini yaitu sisitem ginjal cairan tubuh dan sistem renin angiotensin.
Sistem cairan tubuh oleh ginjal,jika volume cairan tubuh sangat meningkat,cairan ekstrasel akan meningkat an meninggikan tekanan darah. ginjal akan bereaksi dengan mengeluarkan cairan tubuh sehinggan volume darah kembali normal dan tekanan darah juga kembali normal. Demikian pula sebaliknya, jika tekanan darah menurun maka ginjal akan menahan air dan elektrolit sehingga darah tidak berkurang dan tekanan darah tidak turun lebih rendah.
Sistem renin – angiotensin. Renin adalah sejenis enzim yang di produksi oleh juxtaglomerular apparatus dari ginjal. Jika tekanan darahnya menurun, maka umlah darah dan elektrolit yang sampai ke ginjal berkurang. Hal ini akan merangsang pelepasan renin oleh ginjal. Renin akan dibawah masuk ke pembuluh darah dan akan mengubah protein plasma yang disebut angiotensinogen menjadi angiotensin I dan selanjutnya angiotensin I akan diubah oleh ACE (Angiotensin converting enzim) yang dihasilkan oleh paru – paru menjadi kerjanya ke sistem sirkulasi. Jika angiotensin II telah ada dalam sirkulasi , maka akan meningkatkan peningkatan tekanan darah menuju tekanan yang normal.
Hal yang sebaliknya terjadi, jika tekanan darah meningkat maka renin tidak akan diproduksi sehingga tidak terbentuk Angiotensin II dan akibatnya tekanan darah dapat lambat laun menuju normal.
2. Mekanisme kontrol sistem kardiovaskuler
Dalam pengontrolan sistem kardiovaskuler terdapat 2 mekanisme yaitu :
1. Heterometric autoregulasion yaitu peningkatan serabut miokardium yang mengakibatkan kekuatan kontraksi.
2. Homeometric autoregulation yaitu frekuensi daripada kontaksi dan temperatur mempengaruhi kekuatan kontraksi untuk suatu panjang serabut miokard tersebut.Myocardial yang meningkat akan meningkatkan kekuatan kontraksi.
Kekuatan kontraksi akan meningkat dengan meningkatkannya frekuensi kontraksi.Temperatur yang rendah (hipothermia) akan mengurangi kekuatan kontraksi jantung. Batas temperatur adalah 26 – 44 derajat celcius.
Mekanisme pengonrolan kardiovaskuler melalui 2 pengontrolan ekstrinsik yaitu :
Kontrol saraf.
Saraf simpattis merupakan mediator khemis yang dilepaskan pada postaganglionik adalah norepinefrin, yang bekerja pada reseptor adrenergik pada sel – sel efektor. Ada 2 tipe reseptor adrenergik yaitu alfa dan beta reseptor, jantung mengandung beta reseptor,dimana beta reseptor ini akan merangsang myocardium yang mengakibatkan meningkatnya kontraksi dan kecepatan jantung.
Saraf parasimpatis akan melepaskan acetylkolin yang bekerja pada reseptor kolinergik pada sel efektor. Saraf parasimpatis ini menyebabkan frekuensi jantung menurun,menekan kontraktilitas sehingga menurunkan kekuatan kontraksi dan menghambat konduksi saraf.
Kontrol kimia
Misalnya hormon korteks adrenal ,angiotensin, tiroksin dan serotonin menyebabkan meningkatnya kontraksi jantung,sebaliknya keadaan hipoksemia akan menurunkan kekuatan kontraksi jantung.
BAB III
PENUTUP
1.KESIMPULAN
Jantung merupakan organ terpenting mekanisme kardiovaskuler dan merupakan organ yang melakuakn proses kontraksi untuk memenuhi kebutuhan suplay darah keseluruh jaringan tubuh,dan dalam mekanisme kerjanya juga dibawah pengontrolan sitem hormon dan sistem saraf agar selalu membawa kondisi sirkulasi darah dalam keadaan yang normal.
2.SARAN
Demikianlah makalah yang kami buat ini walaupun dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan tapi semoga isi dari makalah kami memiliki manfaat untuk kita semua.
Sabtu, 22 Oktober 2011
Manajemen Medik Luka Bakar Fase Akut
Pencegahan infeksi
Infection control adalah komponen utama dalam manajemen luka bakar. Infection control dibutuhkan untuk manajemen luka bakar untuk mengontrol transmisi mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi atau kolonisasi. Infection control itu meliputi penggunaan sarung tangan, penutup kepala, masker, penutup sepatu, dan apron plastik. Staf dan pengunjung tidak diperbolehkan untuk kontak dengan klien jika memiliki infeksi kulit, saluran gastrointestinal atau pernapasan.
Memberikan support metabolik
Mempertahankan nutrisi yang adekuat selama fase akut dalamluka bakar adalah penting dalam membantu penyembuhan luka dan pengontrolan infeksi. BMR bisa meningkat 40-100% lebih tinggi dibandingkan normal, tergantung luasnya luka. Pemberian nutrisi yang agresiv dibutuhkan untuk menangani peningkatan kebutuhan energi untuk membantu penyembuhan dan mencegah efek katabolisme yang tidak diinginkan.
Meminimalisir nyeri
Nyeri adalah masalah yang signifikan selama klien dirawat di rumah sakit. Selama fase akut, dilakukan percobaan untuk menemukan kombinasi medikasi dan intervensi yang tepat untuk meminimalisir ketidaknyamanan dan nyeri yang berhubungan dengan luka.
Referensi:
Black and Hawks. Medical Surgical Nursing Clinical Management for Positive Outcomes. 7th edition. Missouri:Elsevier Inc
Perawatan luka
Pembersihan luka. Hidroterapi tetap menjadi pilihan utama dalam penangan luka bakar untuk membersihkan lukanya. Caranya adalah dengan pencelupan, penyiraman atau penyemprotan. Sesi 30 menit atau kurang hidroterapi optimal untuk klien dengan luka bakar akut. Waktu yang lebih lama dapat meningkatkan kehilangan sodium melalui luka bakar dan dapat menyebabkan kehilangan panas, nyeri dan stress. Selama hydroterapi, luka dicuci dengan salah satu jenis larutan. Perawatan dilakukan untuk meminimalisisr perdarahan dan mempertahankan temperatur tubuh selama prosedur. Klien yang tidak dapat diikutkan hydroterapi adalah mereka yang hemodinamiknya tidak stabil dan mereka yang menjalankan cangkok kulit. Jika hydroterapi tidak digunakan, luka dibersihkan ketika klien di atas tempat tidur dan sebelum pemberian antimicrobial agent.
Debridement. Debridement luka bakar adalah pengangkatan eschar. Debridemen luka bakar dilakukan melaluii cara mekanik, enxzimatik, dan bedah. Mekanikal debridemen dapat dilakukan dengan penggunaan gunting dan forcep dengan hati-hati untuk mengangkat dan menghilangkan eschar yang sudah mudah terlepas. Penggantian balutan basah-kering adalah cara efektif debridemen yang lain.
Enzimatik debridemen adalah dengan pemberian protealitic dan fibrinolitik toikal pada luka bakar yang dapat memudahkan pelepasan eschar. Enzimatik debridemen tidak digunakan secara luas karena memiliki beberapa efek samping yang serius.
Surgical debridemen adalah tindakan eksisi eschr dan penutupan luka. Awal eksisi surgical dimulai selama minggu pertama setelah cedera, segera sesudah klien hamiknya stabil. Keuntungan dari eksisi segera adalah mobilisasi lebih cepat dan mengurangi lamanya waktu hospitalisasi. Kerugiannya adalah risiko mengeksisi jaringan viable yng dapat sembuh dengan sendirinya.
Pemberian antimikrobial topikal
Awal penanganan luka deep partial-thickness atau full thickness adalah dengan anti mikrobial. Obat ini diberikan 1-2 kali setelah pembersihan, debridemen, dan inspeksi luka. Perawat mengkaji untuk pelepasan eschar, adanya granulasi atau reepitelisasi jaringan, dan manifestasi infeksi. Luka bakar diobati dengan teknik balutan terutup atau terbuka. Untuk metode terbuka, antimikrobial diolesi dengan tangan yang bersarung tangan dan luka dibiarkan terbuka tanpa dibalut. Keuntungannya adalah memudahkan untuk melihat luka, lebih bebas untuk bergerak, dan lebih mudah dalm melakukan perawatan luka. Kerugiannya diantaranya adalah peningkatan risiko hipotermia karena terekspos. Pada metode tertutup, balutan diberikan antimikrobial kemudian digunakan untuk menutup luka. Keuntungannya adalah menurunkan evaporasi cairan dan kehilangan panas dari permukaan luka. Selain itu, balutan dapat membantu dalam debridemen. Kerugiannya adalah mobilitas terbatas dan berpotensi untuk penurunan keefektifan latihan ROM. Pengkajian luka juga jadi terbatas hanya padasaat penggantian balutan dilakukan.
Memaksimalakan Fungsi
Mempertahankan fungsi yang optimal klien dengan luka bakar adalah tantangan bagi seluruh anggota tim. Program individual seperti splinting, latihan, ambulasi, melakukan ADL, terapi penekanan sebaiknya dilakukan pada fase akut untuk memaksimalkan fungsi pada penyembuhan dan kosmetik outcome. Latihan ROM aktif dilakukan pada awal fase akut untuk meningkatkan resolusi dari edema dan mempertahankan kekuatan dan fungsi ssendi. Selain itu, ADL efektif untuk mempertahankan fungsi dan ROM. Ambulasi juga mempertahankan kekuatan dan ROM pada ekstremitas bawah dan sebaiknya dimulai segera setlah klien stabil secara fisiologis. ROM pasif dan peregangan harus menjadi bagian dari pengobatan harian jika klien tidak dapat melakukan latihan ROM aktif. Splint digunakan untuk mempertahankan posisi sendi yang tepat dan mencegah atau memperbaiki kontraktur.
Memberikan suport psikologi
Periode terpanjang penyesuaian diri terjadi selama fase akut. Penderita luka bakar dewasa dapat menujukkan respon emosional dan psikologi yang bervariasi. Biarkan klien mengekspresikan kekhawatiran dan memvalidasi bahwa mereka ”normal” penting dalam pemberian dukungan. Jadi pendengan yang aktif dan biarkan klien membicarakan tentang kecelkaannya. Menceritakan kembali secaradetail dan berulang-ulang tentang kejadian sangat berguna untuk menurunkan kepekaan klien terhadap ketakutan dan mimpi buruk. Melibatkan klien dalam perawatan diri mereka sendiri membantu mereka untukmerasa adanya pengontrolan yang berada di bawah tanggung jawabnya. Intervensi seperti ini telah terbukti efektif dalam mensuport kebutuhan psikologi klien.
Infection control adalah komponen utama dalam manajemen luka bakar. Infection control dibutuhkan untuk manajemen luka bakar untuk mengontrol transmisi mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi atau kolonisasi. Infection control itu meliputi penggunaan sarung tangan, penutup kepala, masker, penutup sepatu, dan apron plastik. Staf dan pengunjung tidak diperbolehkan untuk kontak dengan klien jika memiliki infeksi kulit, saluran gastrointestinal atau pernapasan.
Memberikan support metabolik
Mempertahankan nutrisi yang adekuat selama fase akut dalamluka bakar adalah penting dalam membantu penyembuhan luka dan pengontrolan infeksi. BMR bisa meningkat 40-100% lebih tinggi dibandingkan normal, tergantung luasnya luka. Pemberian nutrisi yang agresiv dibutuhkan untuk menangani peningkatan kebutuhan energi untuk membantu penyembuhan dan mencegah efek katabolisme yang tidak diinginkan.
Meminimalisir nyeri
Nyeri adalah masalah yang signifikan selama klien dirawat di rumah sakit. Selama fase akut, dilakukan percobaan untuk menemukan kombinasi medikasi dan intervensi yang tepat untuk meminimalisir ketidaknyamanan dan nyeri yang berhubungan dengan luka.
Referensi:
Black and Hawks. Medical Surgical Nursing Clinical Management for Positive Outcomes. 7th edition. Missouri:Elsevier Inc
Perawatan luka
Pembersihan luka. Hidroterapi tetap menjadi pilihan utama dalam penangan luka bakar untuk membersihkan lukanya. Caranya adalah dengan pencelupan, penyiraman atau penyemprotan. Sesi 30 menit atau kurang hidroterapi optimal untuk klien dengan luka bakar akut. Waktu yang lebih lama dapat meningkatkan kehilangan sodium melalui luka bakar dan dapat menyebabkan kehilangan panas, nyeri dan stress. Selama hydroterapi, luka dicuci dengan salah satu jenis larutan. Perawatan dilakukan untuk meminimalisisr perdarahan dan mempertahankan temperatur tubuh selama prosedur. Klien yang tidak dapat diikutkan hydroterapi adalah mereka yang hemodinamiknya tidak stabil dan mereka yang menjalankan cangkok kulit. Jika hydroterapi tidak digunakan, luka dibersihkan ketika klien di atas tempat tidur dan sebelum pemberian antimicrobial agent.
Debridement. Debridement luka bakar adalah pengangkatan eschar. Debridemen luka bakar dilakukan melaluii cara mekanik, enxzimatik, dan bedah. Mekanikal debridemen dapat dilakukan dengan penggunaan gunting dan forcep dengan hati-hati untuk mengangkat dan menghilangkan eschar yang sudah mudah terlepas. Penggantian balutan basah-kering adalah cara efektif debridemen yang lain.
Enzimatik debridemen adalah dengan pemberian protealitic dan fibrinolitik toikal pada luka bakar yang dapat memudahkan pelepasan eschar. Enzimatik debridemen tidak digunakan secara luas karena memiliki beberapa efek samping yang serius.
Surgical debridemen adalah tindakan eksisi eschr dan penutupan luka. Awal eksisi surgical dimulai selama minggu pertama setelah cedera, segera sesudah klien hamiknya stabil. Keuntungan dari eksisi segera adalah mobilisasi lebih cepat dan mengurangi lamanya waktu hospitalisasi. Kerugiannya adalah risiko mengeksisi jaringan viable yng dapat sembuh dengan sendirinya.
Pemberian antimikrobial topikal
Awal penanganan luka deep partial-thickness atau full thickness adalah dengan anti mikrobial. Obat ini diberikan 1-2 kali setelah pembersihan, debridemen, dan inspeksi luka. Perawat mengkaji untuk pelepasan eschar, adanya granulasi atau reepitelisasi jaringan, dan manifestasi infeksi. Luka bakar diobati dengan teknik balutan terutup atau terbuka. Untuk metode terbuka, antimikrobial diolesi dengan tangan yang bersarung tangan dan luka dibiarkan terbuka tanpa dibalut. Keuntungannya adalah memudahkan untuk melihat luka, lebih bebas untuk bergerak, dan lebih mudah dalm melakukan perawatan luka. Kerugiannya diantaranya adalah peningkatan risiko hipotermia karena terekspos. Pada metode tertutup, balutan diberikan antimikrobial kemudian digunakan untuk menutup luka. Keuntungannya adalah menurunkan evaporasi cairan dan kehilangan panas dari permukaan luka. Selain itu, balutan dapat membantu dalam debridemen. Kerugiannya adalah mobilitas terbatas dan berpotensi untuk penurunan keefektifan latihan ROM. Pengkajian luka juga jadi terbatas hanya padasaat penggantian balutan dilakukan.
Memaksimalakan Fungsi
Mempertahankan fungsi yang optimal klien dengan luka bakar adalah tantangan bagi seluruh anggota tim. Program individual seperti splinting, latihan, ambulasi, melakukan ADL, terapi penekanan sebaiknya dilakukan pada fase akut untuk memaksimalkan fungsi pada penyembuhan dan kosmetik outcome. Latihan ROM aktif dilakukan pada awal fase akut untuk meningkatkan resolusi dari edema dan mempertahankan kekuatan dan fungsi ssendi. Selain itu, ADL efektif untuk mempertahankan fungsi dan ROM. Ambulasi juga mempertahankan kekuatan dan ROM pada ekstremitas bawah dan sebaiknya dimulai segera setlah klien stabil secara fisiologis. ROM pasif dan peregangan harus menjadi bagian dari pengobatan harian jika klien tidak dapat melakukan latihan ROM aktif. Splint digunakan untuk mempertahankan posisi sendi yang tepat dan mencegah atau memperbaiki kontraktur.
Memberikan suport psikologi
Periode terpanjang penyesuaian diri terjadi selama fase akut. Penderita luka bakar dewasa dapat menujukkan respon emosional dan psikologi yang bervariasi. Biarkan klien mengekspresikan kekhawatiran dan memvalidasi bahwa mereka ”normal” penting dalam pemberian dukungan. Jadi pendengan yang aktif dan biarkan klien membicarakan tentang kecelkaannya. Menceritakan kembali secaradetail dan berulang-ulang tentang kejadian sangat berguna untuk menurunkan kepekaan klien terhadap ketakutan dan mimpi buruk. Melibatkan klien dalam perawatan diri mereka sendiri membantu mereka untukmerasa adanya pengontrolan yang berada di bawah tanggung jawabnya. Intervensi seperti ini telah terbukti efektif dalam mensuport kebutuhan psikologi klien.
Minggu, 02 Oktober 2011
Homeostasis homeodinamik
Homeostasis
Homeostatis merupakan mekanisme tubuh untuk mem[ertahakan keseimbangan dalam menghada[i berbagai ondisi yang dialaminya. Proses homesostasis dapat terjadi apabila tubuh mengalami stress, secara alamiah tubuh akan melakukan mekanisme pertahanan diri untuk menjaga agar tetap seimbang. Homesostasis adalah suatu proses pemeliharaan stabilitas dan adaptasi tarhadap kondisi lingkungan sekitar yang terjadi secara terus-menerus
Homeostasis terdiri dari homesostasis fisiologis dan psikologis.
Homeostsis fisiologis dalam tubuh manusia dapat dikendalikan oleh sisitem endokrin dan sisitem saraf, proses homeostasis fisiologis terjadi melalui 4 cara :
1. pengaturan diri, sisitem ini terjadi seara otomatis pada orang yang sehat, contohnya pada proses pengaturan fungsi organ tubuh.
2. kompensasi. Tubuh akan cenedrung bereaksi terhadap ketidak normalan yang terjadi didalamnya. Misalnya, apabila secara tiba-tiba lingkungan menjadi dingin, maka pembuluh darah perifer akan mengalami kontriksi dan merangsang pembuluh darah bagian dalam untuk meningkatkan kegiatan (misalnya, menggigil) yang dpat menghasilkan panas sehingga suhu ettap stabil, pelebaran pupil untuk meningkatkan persepsi visual pada saat terjadi ancaman terhadap tubuh, dan meningkatkan keringat untuk mengontrol kenaikan suhu tubuh.
3. ump[an balik negatif. Proses ini merupakan penyimpangan dari keadaan normal. Dalam keadaan abnormal, tubuh secara otomatis akan melakukan mekanisme umpan balik untuk menyeibangkan penyimpangan yang terjadi.
4. umpan balik untuk mengoreksi ketidak seimbangan fisiologis. Sebagai contoh, apabila seseorang mengalami hipoksia akan terjadi proses peningkatan denyut jantung untuk membawa darah dan oksigen yang cukip kesel tubuh.
Homesotasis psikologis, berfokus pada keseimbangan emosional dan kesejahteraan mental. Proses ini didapat dari pengalaman hidup dan interaksi dengan orang lain serta dipengaruhi oleh norma dan kultur masyarakat contoh homeostasis psikologis adalah mekanisme pertahanan diri, seperti mengangis , tertawa, berteriak, memukul, meremas, mencerca dan lain-lain.
Jadi proses homeostasi pada intinya adalah keseimbangan dalam tubuh yang dapat digambarkan
Homeodinamik
Homeodinamik merupakan pertukaran energi secara terus menerus antara manusia dengan lingkungan sekitarnya. Pada proses ini manisia tidak hanya melakukan penyesuaian diri, tetapi terus berinteraksi dengan lingkungan agar mampu mempertahankan hidupnya.
Proses homeodinamik bermula dari teori tentang manusia sebagai unit yang merupakan satu kesatuan yang utuh, memiliki karakter yang berbeda-beda, proses hidup yang dinamis, selalu berinteraksi dngan lingkungan yang dpat dipengaruhi dan mempengaruhinya serta memiliki keunikan tersndiri. Dalam proses homeodinamik ini terdapat beberapa prinsip berikutt:
1. prinsip integralitas, yaitu prinsip utama dlam hubungan antara manusia dengan lingkungan yang tidak dapat dipisahkan. Perubahan proses kehidupan ini terjadi secara terus-menerus karena adanya interaksi manusia dengan lingkungan yang saling mempengaruhi
2. prinsip resonansi, yaitu prinsip bahwa proses kehidupan manusia selalu beriramaa dan frekuensinya berfariasi, mengingat manusia memiliki pengalaman beradaptasi dengan lingkungan.
3. prisip helicy, yaitu prinsip bahwa setiap perubahan dalam proses kehidupan manusia ber;langsung perlahan-lahan dan terdapat hubungan antara manusia dengan lingkungan
konsep kebutuhan dasar manusia
kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh manusia dalam mempertahan kan keseimbanagn fisiologis maupun psikologis, yang tentunya bertujuan untuk mempertahankan kehidupan dan kesehatan.
Kebutuhan dasar manusia memnurut abraham maslow dalam teori hierarki kebutuhan menyatakan bahwa setiap manusia memiliki 5 kebutuhan dasar, yaitu
- Kebutuhan psikologis (makan minum)
- Keamanan
- Cinta
- Harga diri
- Aktualisasi diri (potter dan patrici, 1997)
Ciri kebutuhan dasar manusia
Manusia memiliki kebutuhan dasar yang bersifat heterogen. Setiap orang pada dasarnya memilki kebutuhan yang sama, akan ettapi karena terdapat perbedaan budaya, amak kebutuhan tersbutopun ikut berbeda. Dalam emmenuhi kebutuhannya, manusia menyesuaikan diri dengan prioritas yang ada. Lalu jika gagal memenuhi kebutuhannya, manusia akan berpikir lebih keras dan bergerak untuk berusaha mendapatkannya.
Faktor yang mempengaruhikebutuhan dasara manusia.
1. penyakit. Adanya penyakit dlam tubuh dapat menyebabkan perubahan pemenuhan kebutuhan. Baik secara fisologis maupun psikologis, karena bebrapa fungsi organ tubuh memerlukan pemenuhan kebutuhan lebih besar dari biasanya.
2. hubungan keluarga. Hubungankeluarga yang baik dapat emningkatkan pemenuhan kebutuhan dasar karena adanya saling percaya, merasakan kesenangan hidup, tidak ada rasa curiga dan lain-lain
3. konsep diri. Konsep diri manusia memilki peran dlam pemenuhan kebutuhan dasar. Konsep diri yang positif memberikan makna dan keutuhan (wholeness) bagi sesorang. Konsep diri yang sehat dapat mengjhasilkan perasaan positif terhadap diri. Orang yang merasa positif terhadap dirinya akan mudah berubah, mudah mengenali kebutuhan dan mengembangkan cara hidup yang dehat, sehingga mudah memenuhi kebutuhan dasarnya.
4. tahap perkembangan. Sejalan dengan menningkatnya usia, manusia mengalami perkembangan setiap taha[p perkembanagan tyersbut memilki kebutuhan yang berbeda baik kebutuhan biologis, psikologis, sosial, maupun spsiritual, mengingat berbagai fungsi organ tubuh juga mengalami proses kematangan dengan aktivitas yang berbeda.
Beberapa model kebuthan dasar manusia
Menurut virginia Henderson ( dalam Potter dan Perry, 1997) membagi kebutuhan dasar manusia kedalam 14 komponen berikut :
1. bernafas secara normal
2. makan dan minum yang cukup
3. eliminasi ( BAB & BAK)
4. bergerak dan memepertahankan postur yang diinginkan
5. tidur dan istirahat
6. memilih pakaian yang tepat
7. memperetahankan suhu tubuh dalam kisaran normal dengan menyesuaikan dengan pakaian yang dikenakan dan memodifikasi lingkungan
8. menjaga kebersihan diri dan penampilan
9. menghindari bahaya dari lingkungan dan menghondari membahayakan orang lain
10. berkomunikasi dengan orang lain dalam mengekspresikan emosi, kebutuhan kekhawatiran dan opini
11. beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaan
12. bekerja sedemikian rupa sebagai modal untuk membiayai kebutuhan hisup
13. bermain atau berpartisipasi dalam berbagai bentuk rekreasi
14. belajar, menemukan, atau memuaskan rasa ingin tahu yang mengarah pada perkembangan yang normal
jean watson (dalam B. Talento, 1995) membagi kebutuhan dasar manusia kedalam dua peringkat utama yaitu : kebutuhan yang tingkatnya lebih rendah (lower order needs) dan kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi (High order Needs). Pemenuhan kebutuhan yang tingkatnya lebih rendah tidak selalu membantui upaya kompleks manusia untuk mencapai aktualitas diri. Tiap kebutuhan dipandang dalam konteksnya terhadap kebutuhan lain, dan semuanya dianggap penting.
abraham maslow
teori kebutuhan dasar manusia yang dikemukakan abraham maslow (dalam potter dan perry, 1997) dapat dikembangkan untuk menjelaskan kebutuhan dasar manusia Sbb:
1. kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan paling dasar, yaitu kebutuhan fisiologis seperti oksigen, cairan atau minuman, nutrisi atau makanan, keseimbangan suhu tubuh, eliminasi, tempat tinggal, istirahat dan tidur serta kebutuhan seksual.
2. kebutuhan rasa aman dan perlindungan dibagi menjadi perlindungan fisik dan perlindungan psikologis
- perlindungan fisik meliputi perlindungan atas ancaman terhadap tubuh atau hidup. Ancaman tersebut dapat berupa penyakit, kecelakaan, bahaya dari lingkungan, dll
- perlindungan psikologis, yaitu perlindungan atasa ancaman dari pengalaman yang baru dan asing. Misalnya kekhawatiran yang dialami seseorang ketika masuk sekolah pertama kali karena merasa terancam oleh keharusan untuk berinteraksi dengan orang lain dsbnya.
3. kebutuhan rasa cinta serta rasa memiliki dan dimilki antara lain memberi dan menerima kasih sayang, mendpatkan kehangatan keluarga, memilki sahabat, diterima oleh kelompok usia, dsbnya
4. kebutuhan akan harga diri maupun perasaan dihargai oleh orang lain. Kebutuhan ini terkait dengan keinginan untuk mendapatkan kekuatan, meraih prestasi, rasa percaya diri, dan kemerdekaan diri. Selain itu, orang juga memerlukan pengakuan dari orang lain.
5. kebutuhan aktualisasi diri, merupakan kebutuhan tertinggi dlam hierarki maslow, berupa kebutuhan untuk berkontribusi pada orang lain/lingkungan serta mencapai potensi diri sepenuhnya.
Aktualisasi diri
Harga diri
Rasa cinta memilki dan dimiliki
Rasa aman dan perlindungan
Kebutuhan fisiologis
Homeostatis merupakan mekanisme tubuh untuk mem[ertahakan keseimbangan dalam menghada[i berbagai ondisi yang dialaminya. Proses homesostasis dapat terjadi apabila tubuh mengalami stress, secara alamiah tubuh akan melakukan mekanisme pertahanan diri untuk menjaga agar tetap seimbang. Homesostasis adalah suatu proses pemeliharaan stabilitas dan adaptasi tarhadap kondisi lingkungan sekitar yang terjadi secara terus-menerus
Homeostasis terdiri dari homesostasis fisiologis dan psikologis.
Homeostsis fisiologis dalam tubuh manusia dapat dikendalikan oleh sisitem endokrin dan sisitem saraf, proses homeostasis fisiologis terjadi melalui 4 cara :
1. pengaturan diri, sisitem ini terjadi seara otomatis pada orang yang sehat, contohnya pada proses pengaturan fungsi organ tubuh.
2. kompensasi. Tubuh akan cenedrung bereaksi terhadap ketidak normalan yang terjadi didalamnya. Misalnya, apabila secara tiba-tiba lingkungan menjadi dingin, maka pembuluh darah perifer akan mengalami kontriksi dan merangsang pembuluh darah bagian dalam untuk meningkatkan kegiatan (misalnya, menggigil) yang dpat menghasilkan panas sehingga suhu ettap stabil, pelebaran pupil untuk meningkatkan persepsi visual pada saat terjadi ancaman terhadap tubuh, dan meningkatkan keringat untuk mengontrol kenaikan suhu tubuh.
3. ump[an balik negatif. Proses ini merupakan penyimpangan dari keadaan normal. Dalam keadaan abnormal, tubuh secara otomatis akan melakukan mekanisme umpan balik untuk menyeibangkan penyimpangan yang terjadi.
4. umpan balik untuk mengoreksi ketidak seimbangan fisiologis. Sebagai contoh, apabila seseorang mengalami hipoksia akan terjadi proses peningkatan denyut jantung untuk membawa darah dan oksigen yang cukip kesel tubuh.
Homesotasis psikologis, berfokus pada keseimbangan emosional dan kesejahteraan mental. Proses ini didapat dari pengalaman hidup dan interaksi dengan orang lain serta dipengaruhi oleh norma dan kultur masyarakat contoh homeostasis psikologis adalah mekanisme pertahanan diri, seperti mengangis , tertawa, berteriak, memukul, meremas, mencerca dan lain-lain.
Jadi proses homeostasi pada intinya adalah keseimbangan dalam tubuh yang dapat digambarkan
Homeodinamik
Homeodinamik merupakan pertukaran energi secara terus menerus antara manusia dengan lingkungan sekitarnya. Pada proses ini manisia tidak hanya melakukan penyesuaian diri, tetapi terus berinteraksi dengan lingkungan agar mampu mempertahankan hidupnya.
Proses homeodinamik bermula dari teori tentang manusia sebagai unit yang merupakan satu kesatuan yang utuh, memiliki karakter yang berbeda-beda, proses hidup yang dinamis, selalu berinteraksi dngan lingkungan yang dpat dipengaruhi dan mempengaruhinya serta memiliki keunikan tersndiri. Dalam proses homeodinamik ini terdapat beberapa prinsip berikutt:
1. prinsip integralitas, yaitu prinsip utama dlam hubungan antara manusia dengan lingkungan yang tidak dapat dipisahkan. Perubahan proses kehidupan ini terjadi secara terus-menerus karena adanya interaksi manusia dengan lingkungan yang saling mempengaruhi
2. prinsip resonansi, yaitu prinsip bahwa proses kehidupan manusia selalu beriramaa dan frekuensinya berfariasi, mengingat manusia memiliki pengalaman beradaptasi dengan lingkungan.
3. prisip helicy, yaitu prinsip bahwa setiap perubahan dalam proses kehidupan manusia ber;langsung perlahan-lahan dan terdapat hubungan antara manusia dengan lingkungan
konsep kebutuhan dasar manusia
kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh manusia dalam mempertahan kan keseimbanagn fisiologis maupun psikologis, yang tentunya bertujuan untuk mempertahankan kehidupan dan kesehatan.
Kebutuhan dasar manusia memnurut abraham maslow dalam teori hierarki kebutuhan menyatakan bahwa setiap manusia memiliki 5 kebutuhan dasar, yaitu
- Kebutuhan psikologis (makan minum)
- Keamanan
- Cinta
- Harga diri
- Aktualisasi diri (potter dan patrici, 1997)
Ciri kebutuhan dasar manusia
Manusia memiliki kebutuhan dasar yang bersifat heterogen. Setiap orang pada dasarnya memilki kebutuhan yang sama, akan ettapi karena terdapat perbedaan budaya, amak kebutuhan tersbutopun ikut berbeda. Dalam emmenuhi kebutuhannya, manusia menyesuaikan diri dengan prioritas yang ada. Lalu jika gagal memenuhi kebutuhannya, manusia akan berpikir lebih keras dan bergerak untuk berusaha mendapatkannya.
Faktor yang mempengaruhikebutuhan dasara manusia.
1. penyakit. Adanya penyakit dlam tubuh dapat menyebabkan perubahan pemenuhan kebutuhan. Baik secara fisologis maupun psikologis, karena bebrapa fungsi organ tubuh memerlukan pemenuhan kebutuhan lebih besar dari biasanya.
2. hubungan keluarga. Hubungankeluarga yang baik dapat emningkatkan pemenuhan kebutuhan dasar karena adanya saling percaya, merasakan kesenangan hidup, tidak ada rasa curiga dan lain-lain
3. konsep diri. Konsep diri manusia memilki peran dlam pemenuhan kebutuhan dasar. Konsep diri yang positif memberikan makna dan keutuhan (wholeness) bagi sesorang. Konsep diri yang sehat dapat mengjhasilkan perasaan positif terhadap diri. Orang yang merasa positif terhadap dirinya akan mudah berubah, mudah mengenali kebutuhan dan mengembangkan cara hidup yang dehat, sehingga mudah memenuhi kebutuhan dasarnya.
4. tahap perkembangan. Sejalan dengan menningkatnya usia, manusia mengalami perkembangan setiap taha[p perkembanagan tyersbut memilki kebutuhan yang berbeda baik kebutuhan biologis, psikologis, sosial, maupun spsiritual, mengingat berbagai fungsi organ tubuh juga mengalami proses kematangan dengan aktivitas yang berbeda.
Beberapa model kebuthan dasar manusia
Menurut virginia Henderson ( dalam Potter dan Perry, 1997) membagi kebutuhan dasar manusia kedalam 14 komponen berikut :
1. bernafas secara normal
2. makan dan minum yang cukup
3. eliminasi ( BAB & BAK)
4. bergerak dan memepertahankan postur yang diinginkan
5. tidur dan istirahat
6. memilih pakaian yang tepat
7. memperetahankan suhu tubuh dalam kisaran normal dengan menyesuaikan dengan pakaian yang dikenakan dan memodifikasi lingkungan
8. menjaga kebersihan diri dan penampilan
9. menghindari bahaya dari lingkungan dan menghondari membahayakan orang lain
10. berkomunikasi dengan orang lain dalam mengekspresikan emosi, kebutuhan kekhawatiran dan opini
11. beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaan
12. bekerja sedemikian rupa sebagai modal untuk membiayai kebutuhan hisup
13. bermain atau berpartisipasi dalam berbagai bentuk rekreasi
14. belajar, menemukan, atau memuaskan rasa ingin tahu yang mengarah pada perkembangan yang normal
jean watson (dalam B. Talento, 1995) membagi kebutuhan dasar manusia kedalam dua peringkat utama yaitu : kebutuhan yang tingkatnya lebih rendah (lower order needs) dan kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi (High order Needs). Pemenuhan kebutuhan yang tingkatnya lebih rendah tidak selalu membantui upaya kompleks manusia untuk mencapai aktualitas diri. Tiap kebutuhan dipandang dalam konteksnya terhadap kebutuhan lain, dan semuanya dianggap penting.
abraham maslow
teori kebutuhan dasar manusia yang dikemukakan abraham maslow (dalam potter dan perry, 1997) dapat dikembangkan untuk menjelaskan kebutuhan dasar manusia Sbb:
1. kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan paling dasar, yaitu kebutuhan fisiologis seperti oksigen, cairan atau minuman, nutrisi atau makanan, keseimbangan suhu tubuh, eliminasi, tempat tinggal, istirahat dan tidur serta kebutuhan seksual.
2. kebutuhan rasa aman dan perlindungan dibagi menjadi perlindungan fisik dan perlindungan psikologis
- perlindungan fisik meliputi perlindungan atas ancaman terhadap tubuh atau hidup. Ancaman tersebut dapat berupa penyakit, kecelakaan, bahaya dari lingkungan, dll
- perlindungan psikologis, yaitu perlindungan atasa ancaman dari pengalaman yang baru dan asing. Misalnya kekhawatiran yang dialami seseorang ketika masuk sekolah pertama kali karena merasa terancam oleh keharusan untuk berinteraksi dengan orang lain dsbnya.
3. kebutuhan rasa cinta serta rasa memiliki dan dimilki antara lain memberi dan menerima kasih sayang, mendpatkan kehangatan keluarga, memilki sahabat, diterima oleh kelompok usia, dsbnya
4. kebutuhan akan harga diri maupun perasaan dihargai oleh orang lain. Kebutuhan ini terkait dengan keinginan untuk mendapatkan kekuatan, meraih prestasi, rasa percaya diri, dan kemerdekaan diri. Selain itu, orang juga memerlukan pengakuan dari orang lain.
5. kebutuhan aktualisasi diri, merupakan kebutuhan tertinggi dlam hierarki maslow, berupa kebutuhan untuk berkontribusi pada orang lain/lingkungan serta mencapai potensi diri sepenuhnya.
Aktualisasi diri
Harga diri
Rasa cinta memilki dan dimiliki
Rasa aman dan perlindungan
Kebutuhan fisiologis
Rabu, 21 September 2011
MAKALAH HIV / AIDS
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME. Karena atas kehendak-Nyalah makalah ini dapat terselesaikan. Adapun tujuan penulis dalam penulisan makalah ini adalah HIV/AIDS dan petunjuk pencegahan HIV/AIDS. Dalam penyelesaian makalah ini, penulisan banyak mengalami kesulitan, terutama disebabkan oleh kurangnya ilmu pengetahuan. Namun, berkat bimbingan dari berbagai pihak dan didukung dengan buku – buku yang ada serta sarana internet yang cukup memadai akhirnya makalah ini dapat diselesaikan, walaupun masih banyak kekurangannya.
Semoga dengan makalah ini kita dapat menambah ilmu pengetahuan serta wawasan tentang HIV / AIDS. Sehingga kita semua dapat terhindar dari penyakit berbahaya tersebut. semoga dapat bermanfaat.
Kendari, 15 October 2010
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................2
DAFTAR ISI....................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 SEJARAH AIDS..............................................................................5
1.2 ETIOLOGI.......................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGIS HIV.............................................6
2.2 EPIDEMIOLOGI............................................................................7
2.3 PATOFISIOLOGI...........................................................................7
2.4 PATOGENESIS...............................................................................8
2.5 KRITERIA DIAGNOSIS................................................................9
2.6 TANDA DAN GEJALA PENYAKIT AIDS..................................9
2.7 KOMPLIKASI.................................................................................11
2.8 GEJALA KLINIS............................................................................12
2.9 PENULARAN..................................................................................13
2.10 DIAGNOSIS BANDING.................................................................13
2.11 PEMERIKSAAN PENUNJANG....................................................14
2.12 PENATALAKSANAAN..................................................................14
BAB III PENUTUP
3.1 KESIMPULAN....................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................20
BAB I
PENDAHULUAN
Epidemi HIV/ AIDS di Indonesia sudah merupakan krisis global dan ancaman yang berat bagi pembangunan dan kemajuan sosial. Kasus-kasus HIV/ AIDS mengalami peningkatan pesat. Peningkatan yang tajam banyak dijumpai pada kasus orang dewasa terutama pengguna narkoba, pekerja seks maupun pelanggannya.
AIDS atau Acquired Immune Deficiency Sindrome merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh oleh virus yang disebut HIV. Dalam bahasa Indonesia dapat dialih katakan sebagai Sindrome Cacat Kekebalan Tubuh Dapatan.
Acquired : Didapat, Bukan penyakit keturunan
Immune : Sistem kekebalan tubuh
Deficiency : Kekurangan
Syndrome : Kumpulan gejala-gejala penyakit
Kerusakan progresif pada system kekebalan tubuh menyebabkan ODHA (orang dengan HIV /AIDS) amat rentan dan mudah terjangkit bermacam-macam penyakit. Serangan penyakit yang biasanya tidak berbahaya pun lama-kelamaan akan menyebabkan pasien sakit parah bahkan meninggal.
• AIDS adalah sekumpulan gejala yang menunjukkan kelemahan atau kerusakan daya tahan tubuh yang diakibatkan oleh factor luar (bukan dibawa sejak lahir).
• AIDS diartikan sebagai bentuk paling erat dari keadaan sakit terus menerus yang berkaitan dengan infeksi Human Immunodefciency Virus (HIV). (Suzane C. Smetzler dan Brenda G.Bare).
• AIDS diartikan sebagai bentuk paling hebat dari infeksi HIV, mulai dari kelainan ringan dalam respon imun tanpa tanda dan gejala yang nyata hingga keadaan imunosupresi dan berkaitan dengan infeksi yang dapat membawa kematian dan dengan kelainan malignitas yang jarang terjadi (Center for Disease Control and Prevention).
2.1 SEJARAH AIDS
AIDS pertama kali dilaporkan pada tanggal 5 Juni 1981, ketika Centers for Disease Control and Prevention Amerika Serikat mencatat adanya Pneumonia pneumosistis (sekarang masih diklasifikasikan sebagai PCP tetapi diketahui disebabkan oleh Pneumocystis jirovecii) pada lima laki-laki homoseksual di Los Angeles,Amerika Serikat. Dua spesies HIV yang diketahui menginfeksi manusia adalah HIV-1 dan HIV-2.
HIV-1 lebih mematikan dan lebih mudah masuk kedalam tubuh. HIV-1 adalah sumber dari mayoritas infeksi HIV di dunia, sementara HIV-2 sulit dimasukan dan kebanyakan berada di Afrika Barat.
Baik HIV-1 dan HIV-2 berasal dari hewan. Asal HIV-1 berasal dari simpanse Pan troglodytes troglodytes yang ditemukan di Kamerun selatan. HIV-2 berasal dari Sooty Mangabey (Cercocebus atys), monyet dari Guinea Bissau, Gabon, dan Kamerun.
Banyak ahli berpendapat bahwa HIV masuk ke dalam tubuh manusia akibat kontak dengan hewan lainnya, contohnya selama berburu atau pemotongan daging. Teori yang lebih dikenal dengan nama hipotesis OPV AIDS, menyatakan bahwa AIDS dimulai pada akhir tahun 1950-an di Kongo Belgia sebagai akibat dari penelitian Hilary Koprowski terhadap vaksin polio.
Namun demikian, komunitas ilmiah umumnya berpendapat bahwa teori tersebut tidak didukung oleh bukti-bukti yang ada.
2.1 ETIOLOGI
HIV (Human Imunodeficiency Virus) adalah sejenis virus retrovirus RNA. Sel target virus ini terutama sel limfosit T, karena ia mempunyai reseptor untuk virus yang disebut CD4. Didalam sel limfosit T, virus dapat berkembang dan seperti retrovirus yang lain, dapat tetap hidup lama dalam sel dengan keadaan inaktif. Walaupun demikian, virus dalam tubuh pengidap HIV selalu dianggap infeksius yang setiap saat dapat aktif dan dapat ditularkan selama hidup penderita tersebut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGIS HIV
Human immunodeficiency virus adalah virus penyebab Acquired mmunodeficiency Syndrome (AIDS). HIV yang dulu disebut sebagai HTLV-III (Human T cell lympothropic virus Tipe III) atau LAV (Lymphadenopathy Virus) adalah virus sitopatik dari retrovirus. Hal ini menunjukkan bahwa virus ini membawa materi genetiknya dalam asam ribonukleat (RNA) dan bukan dalam asam deoksiribonukleat (DNA).
Virus ini memiliki kemampuan unik untuk mentransfer informasi mereka dari RNA ke DNA dengan menggunakan enzim yang disebut reverse transcriptase, yang merupakan kebalikan dari proses transkripsi (dari DNA ke RNA) dan translasi (dari RNA ke protein) pada umumnya.
AIDS, Acquired Immunodeficiency Syndrome adalah sekumpulan gejala penyakit karena menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV. Centers for Disease Control (CDC) merekomendasikan bahwa AIDS ditujukan pada orang yang mengalami infeksi virus HIV, dimana orang tersebut mengalami penurunan sistem imun yang mendasar (sel T berjumlah 200 atau kurang) dan memiliki sistem imun positif terhadap HIV. Kondisi lain yang sering digambarkan meliputi kondisi demensia progresif, “wasting syndrome”, (pada pasien berusia lebih dari 60 tahun), kanker-kanker khusus lainnya (yaitu kanker serviks) atau diseminasi dari penyakit yang umumnya mengalami lokalisasi (misalnya, TB).
2.2 EPIDEMIOLOGI
Adanya infeksi menular seksual (IMS) yang lain (GO, klamidia), dapat meningkatkan risiko penularan HIV (2-5%). HIV menginfeksi sel-sel darah dan sistem imunitas tubuh sehingga semakin lama daya tahan tubuh menurun dan sering berakibat kematian. HIV akan mati dalam air mendidih/ panas kering (open) dengan suhu 56oC selama 10-20 menit. HIV juga tidak dapat hidup dalam darah yang kering lebih dari 1 jam, namun mampu bertahan hidup dalam darah yang tertinggal di spuit/ siring/ tabung suntik selama 4 minggu. Selain itu, HIV juga tidak tahan terhadap beberapa bahan kimia seperti Nonoxynol-9, sodium klorida dan sodium hidroksida.
2.3 PATOFISIOLOGI
Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah sel-sel yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa dan sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus (HIV) menginfeksi sel lewat pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka Human Immunodeficiency Virus (HIV) menginfeksi sel lain dengan meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T4 yang juga dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam usaha mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi.
Virus HIV dengan suatu enzim, reverse ias olism se, yang akan melakukan pemograman ulang materi ias ol dari sel T4 yang terinfeksi untuk membuat double-stranded DNA. DNA ini akan disatukan kedalam ias ol sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi yang permanen. Enzim inilah yang membuat sel T4 helper tidak dapat mengenali virus HIV sebagai antigen. Sehingga keberadaan virus HIV didalam tubuh tidak dihancurkan oleh sel T4 helper. Kebalikannya, virus HIV yang menghancurkan sel T4 helper. Fungsi dari sel T4 helper adalah mengenali antigen yang asing, mengaktifkan limfosit B yang memproduksi ias oli, menstimulasi limfosit T sitotoksit, memproduksi limfokin, dan mempertahankan tubuh terhadap infeksi parasit. Kalau fungsi sel T4 helper terganggu, mikroorganisme yang biasanya tidak menimbulkan penyakit akan memiliki kesempatan untuk menginvasi dan menyebabkan penyakit yang serius.
Dengan menurunya jumlah sel T4, maka system imun seluler makin lemah secara progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T penolong. Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dapat tetap tidak memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200-300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi.
Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan jamur oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya penyakit baru akan menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah. Seorang didiagnosis mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila terjadi infeksi opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS.
2.4 PATOGENESIS
Setelah HIV masuk kedalam tubuh, virus menuju kekelenjar limfe dan berada didalam sel dendritik selama beberapa hari. Kemudian terjadi sindrome retroviral akut disertai dengan viremia. Pada tubuh timbul respon imun humoral maupun seluler. Sindrom ini akan hilang dalam 1-3 minggu. Serokonversi (perubahan antibodi negatif menjadi positif) terjadi dalam 1-3 bulan, dalam masa ini memasuki masa tanpa gejala dan terjadi penurunan bertahap CD4 (normal 800-1000sel/mm3) yang terjadi setelah replikasi persisten virus HIV.
2.5 KRITERIA DIAGNOSIS
Gejala mayor:
1. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan.
2. Diare kronik yang berlangsung lebih dari 1 bulan.
3. Demam berkepanjangan lebih dari satu bulan.
4. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis.
5. Demensia/ensefalopati HIV.
Gejala minor:
1. Batuk menetap lebih dari 1 bulan.
2. Dermatitis generalisata yang gatal.
3. Herpes Zoster multisegemental dan atau berulang.
4. Kandidiasis orofaringeal.
5. Herpes simpleks kronis progresif.
6. Limfadenopati generalisata.
7. Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita.
2.6 TANDA DAN GEJALA PENYAKIT AIDS
Seseorang yang terkena virus HIV pada awal permulaan umumnya tidak memberikan tanda dan gejala yang khas, penderita hanya mengalami demam selama 3 sampai 6 minggu tergantung daya tahan tubuh saat mendapat kontak virus HIV tersebut. Setelah kondisi membaik, orang yang terkena virus HIV akan tetap sehat dalam beberapa tahun dan perlahan kekebelan tubuhnya menurun/lemah hingga jatuh sakit karena serangan demam yang berulang. Satu cara untuk mendapat kepastian adalah dengan menjalani Uji Antibodi HIV terutamanya jika seseorang merasa telah melakukan aktivitas yang berisiko terkena virus HIV.
Adapun tanda dan gejala yang tampak pada penderita penyakit AIDS diantaranya adalah seperti dibawah ini :
1. Saluran pernafasan. Penderita mengalami nafas pendek, henti nafas sejenak, batuk, nyeri dada dan demam seprti terserang infeksi virus lainnya (Pneumonia). Tidak jarang ias oli pada stadium awal penyakit HIV AIDS diduga sebagai TBC.
2. Saluran Pencernaan. Penderita penyakit AIDS menampakkan tanda dan gejala seperti hilangnya nafsu makan, mual dan muntah, kerap mengalami penyakit jamur pada rongga mulut dan kerongkongan, serta mengalami ias oli yang kronik.
3. Berat badan tubuh. Penderita mengalami hal yang disebut juga wasting syndrome, yaitu kehilangan berat badan tubuh hingga 10% dibawah normal karena gangguan pada ias o protein dan energy didalam tubuh seperti yang dikenal sebagai Malnutrisi termasuk juga karena gangguan ias ol/penyerapan makanan pada ias o pencernaan yang mengakibatkan ias oli kronik, kondisi letih dan lemah kurang bertenaga.
4. System Persyarafan. Terjadinya gangguan pada persyarafan central yang mengakibatkan kurang ingatan, sakit kepala, susah berkonsentrasi, sering tampak kebingungan dan respon anggota gerak melambat. Pada system persyarafan ujung (Peripheral) akan menimbulkan nyeri dan kesemutan pada telapak tangan dan kaki, reflek tendon yang kurang, selalu mengalami tensi darah rendah dan Impoten.
5. System Integument (Jaringan kulit). Penderita mengalami serangan virus cacar air (herpes simplex) atau carar api (herpes zoster) dan berbagai macam penyakit kulit yang menimbulkan rasa nyeri pada jaringan kulit. Lainnya adalah mengalami infeksi jaringan rambut pada kulit (Folliculities), kulit kering berbercak (kulit lapisan luar retak-retak) serta Eczema atau psoriasis.
6. Saluran kemih dan Reproduksi pada wanita. Penderita seringkali mengalami penyakit jamur pada vagina, hal ini sebagai tanda awal terinfeksi virus HIV. Luka pada saluran kemih, menderita penyakit ias oli dan dibandingkan Pria maka wanita lebih banyak jumlahnya yang menderita penyakit cacar. Lainnya adalah penderita AIDS wanita banyak yang mengalami peradangan rongga (tulang) pelvic dikenal sebagai istilah ‘pelvic inflammatory disease (PID)’ dan mengalami masa haid yang tidak teratur (abnormal).
2.7 KOMPLIKASI
A. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan dan cacat.
B. Neurologik
kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan isolasi social.
1) Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia, ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala, malaise, demam, paralise, total / parsial.
2) Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler, hipotensi sistemik, dan maranik endokarditis.
3) Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human Immunodeficienci Virus (HIV)
C. Gastrointestinal
Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan, anoreksia, demam, malabsorbsi, dan dehidrasi.
1) Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
2) Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan siare.
D. Respirasi
Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas pendek, batuk, nyeri, hipoksia, keletihan, gagal nafas.
E. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri, gatal, rasa terbakar, infeksi skunder dan sepsis.
F. Sensorik
• Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
• Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek nyeri.
2.8 GEJALA KLINIS
Perjalanan penyakit dibagi dalam beberapa tahap berdasar klinis dan jumalah CD4 :
1. Infeksi Retroviral Akut : demam, pembesaran kelenjar, hepatosplenomegali, nyeri tenggorok, mialgia, rash seperti morbili, ulkus pada mukokutan, diare, leukopenia, limfosit atipik, meningitis aseptik, GBS, psikosis akut. Sindroma tersebut biasanya sembuh sendiri tanpa pengobatan.
2. Masa Asimptomatik : tidak menimbulkan gejala tapi biasa muncul limfadenopati umum. Disebut juga sebagai masa jendela (window periode). Penurunan CD 4 bertahap
3. Masa Gejala Dini : CD 4 berkisar 100-300. pneumonia bakteri, kandidosis vagina, sariawan, herpes zoster, leukoplakia, ITP, TB paru. Disebut AIDS related complex (ARC)
4. Masa Gejala Lanjut : CD4 dibawah 200, resiko tinggi infeksi oportunistik berat atau keganasan.
o Gejala klinis utama yaitu terdapatnya kanker kulit yang disebut Sarkoma Kaposi (kanker pembuluh darah kapiler) juga adanya kanker kelenjar getah bening.
o Terdapat infeksi penyakit penyerta misalnya, pneu-mocystis,TBC, serta penyakit infeksi lainnya seperti teksoplasmosis.
2.9 PENULARAN
HIV ditularkan melalui kontak seksual, injeksi perkutan terhadap darah yang terkontaminasi atau perinatal dari infeksi ibu ke bayinya.
Jalur penularan infeksi HIV serupa dengan infeksi Hepatitis B.
Anal intercourse/anal manipulation (homoseksual) akan meningkatkan kemungkinan trauma pada mukosa ias o dan selanjutnya memperbesar peluang untuk terkena virus HIV lewat ias o tubuh.
Hubungan seksual dengan pasangan yang berganti-ganti.
Hubungan heteroseksual dengan orang yang menderita infeksi HIV.
Melalui pemakai obat bius intravena terjadi lewat kontak langsung darah dengan jarum dan semprit yang terkontaminasi. Meskipun jumlah darah dalam semprit ias oli kecil, efek kumulatif pemakaian bersama peralatan suntik yang sudah terkontaminasi tersebut akan meningkatkan risiko penularan.
Darah dan produk darah, yang mencakup ias olis yang diberikan pada penderita ias olism, dapat menularkan HIV kepada resipien.
Berhubungan seksual dengan orang yang melakukan salah satu tindakan diatas.
2.10 DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding pasien ini difikirkan sebagai multipel abses pada HIV yang disebabkan oleh Tubesculosis, karena abses pada tuberculoma juga terdapat multipel abses, dengan gambaran abses yang lebih kecil dengan ukuran 1-2 mm, serta efek massa yang minimal. Namun pada pasien ini didapatkan adanya gejala infeksi tuberkulosis pada paru, yaitu tidak adanya batuk-batuk yang lama dan pada pemeriksaan fisik paru tidak didapatkan kelaianan serta pada hasil MRI didapatkan ukuran yang lebih besar dan efek massa (+).
2.11 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan yang ias oli sederhana dan akurat adalah pemeriksaan darah yang disebut tes ELISA. Dengan pemeriksaan ini dapat dideteksi adanya ias oli terhadap HIV, hasil tes secara rutin diperkuat dengan tes yang lebih akurat. Ada suatu periode (beberapa minggu atau lebih setelah terinfeksi HI) dimana ias oli belum positif. Pada periode ini dilakukan pemeriksaan yang sangat ias olis untuk mendeteksi virus, yaitu antigen P24 . Antigen P24 belakangan ini digunakan untuk menyaringan darah yang disumbangkan untuk keperluan ias olis. Jika hasil tes ELISA menunjukkan adanya infeksi HIV, maka pada contoh darah yang sama dilakukan tes ELISA ulangan untuk memastikannya. Jika hasil tes ELISA yang kedua juga positif, maka langkah berikutnya adalah memperkuat diagnosis dengan tes darah yang lebih akurat dan lebih mahal, yaitu tes apusan Western. Tes ini juga bisam enentukan adanya ias oli terhadap HIV, tetapi lebih spesifik daripada ELISA. Jika hasil tes Western juga positif, maka dapat dipastikan orang tersebut terinfeksi HIV.
2.12 PENATALAKSANAAN
Pada saat ini sudah banyak obat yang ias digunakan untuk menangani infeksi HIV:
1. Nucleoside reverse transcriptase inhibitor
• AZT (zidovudin)
• ddI (didanosin)
• ddC (zalsitabin)
• d4T (stavudin)
• 3TC (lamivudin)
• Abakavir
2. Non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor
• Nevirapin
• Delavirdin
• Efavirenz
3. Protease inhibitor
• Saquinavir
• Ritonavir
• Indinavir
• Nelfinavir.
Semua obat-obatan tersebut ditujukan untuk mencegah reproduksi virus sehingga memperlambat progresivitas penyakit. HIV akan segera membentuk resistensi terhadap obat-obatan tersebut bila digunakan secara tunggal. Pengobatan paling efektif adalah kombinasi antara 2 obat atau lebih, Kombinasi obat ias memperlambat timbulnya AIDS pada penderita HIV positif dan memperpanjang harapan hidup. Dokter kadang sulit menentukan kapan dimulainya pemberian obat-obatan ini. Tapi penderita dengan kadar virus yang tinggi dalam darah harus segera diobati walaupun kadar CD4+nya masih tinggi dan penderita tidak menunjukkan gejala apapun. AZT, ddI, d4T dan ddC menyebabkan efek samping seperti nyeri abdomen, mual dan sakit kepala (terutama AZT). Penggunaan AZT terus menerus ias merusak sumsum tulang dan menyebabkan anemia. DdI, ddC dan d4T ias merusak saraf-saraf perifer. DdI ias merusak ias oli. Dalam kelompok nucleoside, 3TC tampaknya mempunyai efek samping yang paling ringan. Ketiga protease inhibitor menyebabkan efek samping mual dan muntah, diare dan gangguan perut. Indinavir menyebabkan kenaikan ringan kadar enzim hati, bersifat ias olism dan tidak menimbulkan gejala, juga menyebabkan nyeri punggung hebat (kolik renalis) yang serupa dengan nyeri yang ditimbulkan batu ginjal.Ritonavir dengan pengaruhnya pada hati menyebabkan naik atau turunnya kadar obat lain dalam darah. Kelompok protease inhibitor banyak menyebabkan perubahan ias olism tubuh seperti peningkatan kadar gula darah dan kadar lemak, serta perubahan distribusi lemak tubuh (protease paunch).
Penderita AIDS diberi obat-obatan untuk mencegah infeksi oportunistik. Penderita dengan kadar limfosit CD4+ kurang dari 200 sel/Ml darah mendapatkan kombinasi trimetoprim dan sulfametoksazol untuk mencegah pneumonia pneumokistik dan infeksi toksoplasma ke otak. Penderita dengan limfosit CD4+ kurang dari 100 sel/Ml darah mendapatkan azitromisin seminggu sekali atau klaritromisin atau rifabutin setiap hari untuk mencegah infeksi Mycobacterium avium. Penderita yang ias sembuh dari meningitis kriptokokal atau terinfeksi candida mendapatkan flukonazol jangka panjang. Penderita dengan infeksi herpes simpleks berulang mungkin memerlukan pengobatan asiklovir jangka panjang.
Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan pencegahan Human Immunodeficiency Virus (HIV) untuk mencegah terpajannya Human Immunodeficiency Virus (HIV), bisa dilakukan dengan :
o Melakukan abstinensi seks / melakukan hubungan kelamin dengan pasangan yang tidak terinfeksi.
o Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah hubungan seks terakhir yang tidak terlindungi.
o Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang yang tidak jelas status Human Immunodeficiency Virus (HIV) nya.
o Tidak bertukar jarum suntik,jarum tato, dan sebagainya.
o Mencegah infeksi kejanin / bayi baru lahir.
Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka terpinya yaitu :
A. Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis.
B. Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3
C. Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah :
o Didanosine
o Ribavirin
o Diedoxycytidine
o Recombinant CD 4 dapat larut
D. Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.
E. Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-makanan sehat,hindari stress,gizi yang kurang,alcohol dan obat-obatan yang mengganggu fungsi imun.
F. Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan mempercepat reflikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV).
Penatalaksanaan
1. SUPORTIF
2. Nutrisi dan vitamin cukup
3. Bekerja
4. Pandangan hidup positif
5. Hobi
6. Dukungan psikologis
7. Dukungan sosial
8. Pencegahan dan pengobatan infeksi oportunistik dan kanker
9. Antiretroviral
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
HIV biasanya ditularkan melalui hubungan seks dengan orang yang mengidap virus tersebut dan terdapat kontak langsung dengan darah atau produk darah dan cairan tubuh lainnya. Pada wanita virus mungkin masuk melalui luka atau lecet pada mulut rahim/vagina. Begitu pula virus memasuki aliran darah pria jika pada genitalnya ada luka/lecet. Hubungan seks melalui anus berisiko tinggi untuk terinfeksi, namun juga vaginal dan oral. HIV juga dapat ditularkan melalui kontak langsung darah dengan darah, seperti jarum suntik (pecandu obat narkotik suntikan), transfusi darah/produk darah dan ibu hamil ke bayinya saat melahirkan. Tidak ada bukti penularan melalui kontak sehari-hari seperti berjabat tangan, mencium, gels bekas dipakai penderita, handuk atau melalui closet umum, karena virus ini sangat rapuh.
Masa inkubasi/masa laten sangat tergantung pada daya tahan tubuh masing-masing orang, rata-rata 5-10 tahun. Selama masa ini orang tidak memperlihatkan gejala-gejala, walaupun jumlah HIV semakin bertambah dan sel T4 semakin menururn. Semakin rendah jumlah sel T4, semakin rusak sistem kekebalan tubuh.
Pada waktu sistem kekebalan tubuh sudah dalam keadaan parah, seseorang yang mengidap HIV/AIDS akan mulai menampakkan gejala-gejala AIDS.
DAFTAR PUSTAKA
Sylvia A. Price & Lorraine M. Wilson. Buku PATOFISIOLOGI, konsep klinis & proses-proses penyakit, edisi 4
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME. Karena atas kehendak-Nyalah makalah ini dapat terselesaikan. Adapun tujuan penulis dalam penulisan makalah ini adalah HIV/AIDS dan petunjuk pencegahan HIV/AIDS. Dalam penyelesaian makalah ini, penulisan banyak mengalami kesulitan, terutama disebabkan oleh kurangnya ilmu pengetahuan. Namun, berkat bimbingan dari berbagai pihak dan didukung dengan buku – buku yang ada serta sarana internet yang cukup memadai akhirnya makalah ini dapat diselesaikan, walaupun masih banyak kekurangannya.
Semoga dengan makalah ini kita dapat menambah ilmu pengetahuan serta wawasan tentang HIV / AIDS. Sehingga kita semua dapat terhindar dari penyakit berbahaya tersebut. semoga dapat bermanfaat.
Kendari, 15 October 2010
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................2
DAFTAR ISI....................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 SEJARAH AIDS..............................................................................5
1.2 ETIOLOGI.......................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGIS HIV.............................................6
2.2 EPIDEMIOLOGI............................................................................7
2.3 PATOFISIOLOGI...........................................................................7
2.4 PATOGENESIS...............................................................................8
2.5 KRITERIA DIAGNOSIS................................................................9
2.6 TANDA DAN GEJALA PENYAKIT AIDS..................................9
2.7 KOMPLIKASI.................................................................................11
2.8 GEJALA KLINIS............................................................................12
2.9 PENULARAN..................................................................................13
2.10 DIAGNOSIS BANDING.................................................................13
2.11 PEMERIKSAAN PENUNJANG....................................................14
2.12 PENATALAKSANAAN..................................................................14
BAB III PENUTUP
3.1 KESIMPULAN....................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................20
BAB I
PENDAHULUAN
Epidemi HIV/ AIDS di Indonesia sudah merupakan krisis global dan ancaman yang berat bagi pembangunan dan kemajuan sosial. Kasus-kasus HIV/ AIDS mengalami peningkatan pesat. Peningkatan yang tajam banyak dijumpai pada kasus orang dewasa terutama pengguna narkoba, pekerja seks maupun pelanggannya.
AIDS atau Acquired Immune Deficiency Sindrome merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh oleh virus yang disebut HIV. Dalam bahasa Indonesia dapat dialih katakan sebagai Sindrome Cacat Kekebalan Tubuh Dapatan.
Acquired : Didapat, Bukan penyakit keturunan
Immune : Sistem kekebalan tubuh
Deficiency : Kekurangan
Syndrome : Kumpulan gejala-gejala penyakit
Kerusakan progresif pada system kekebalan tubuh menyebabkan ODHA (orang dengan HIV /AIDS) amat rentan dan mudah terjangkit bermacam-macam penyakit. Serangan penyakit yang biasanya tidak berbahaya pun lama-kelamaan akan menyebabkan pasien sakit parah bahkan meninggal.
• AIDS adalah sekumpulan gejala yang menunjukkan kelemahan atau kerusakan daya tahan tubuh yang diakibatkan oleh factor luar (bukan dibawa sejak lahir).
• AIDS diartikan sebagai bentuk paling erat dari keadaan sakit terus menerus yang berkaitan dengan infeksi Human Immunodefciency Virus (HIV). (Suzane C. Smetzler dan Brenda G.Bare).
• AIDS diartikan sebagai bentuk paling hebat dari infeksi HIV, mulai dari kelainan ringan dalam respon imun tanpa tanda dan gejala yang nyata hingga keadaan imunosupresi dan berkaitan dengan infeksi yang dapat membawa kematian dan dengan kelainan malignitas yang jarang terjadi (Center for Disease Control and Prevention).
2.1 SEJARAH AIDS
AIDS pertama kali dilaporkan pada tanggal 5 Juni 1981, ketika Centers for Disease Control and Prevention Amerika Serikat mencatat adanya Pneumonia pneumosistis (sekarang masih diklasifikasikan sebagai PCP tetapi diketahui disebabkan oleh Pneumocystis jirovecii) pada lima laki-laki homoseksual di Los Angeles,Amerika Serikat. Dua spesies HIV yang diketahui menginfeksi manusia adalah HIV-1 dan HIV-2.
HIV-1 lebih mematikan dan lebih mudah masuk kedalam tubuh. HIV-1 adalah sumber dari mayoritas infeksi HIV di dunia, sementara HIV-2 sulit dimasukan dan kebanyakan berada di Afrika Barat.
Baik HIV-1 dan HIV-2 berasal dari hewan. Asal HIV-1 berasal dari simpanse Pan troglodytes troglodytes yang ditemukan di Kamerun selatan. HIV-2 berasal dari Sooty Mangabey (Cercocebus atys), monyet dari Guinea Bissau, Gabon, dan Kamerun.
Banyak ahli berpendapat bahwa HIV masuk ke dalam tubuh manusia akibat kontak dengan hewan lainnya, contohnya selama berburu atau pemotongan daging. Teori yang lebih dikenal dengan nama hipotesis OPV AIDS, menyatakan bahwa AIDS dimulai pada akhir tahun 1950-an di Kongo Belgia sebagai akibat dari penelitian Hilary Koprowski terhadap vaksin polio.
Namun demikian, komunitas ilmiah umumnya berpendapat bahwa teori tersebut tidak didukung oleh bukti-bukti yang ada.
2.1 ETIOLOGI
HIV (Human Imunodeficiency Virus) adalah sejenis virus retrovirus RNA. Sel target virus ini terutama sel limfosit T, karena ia mempunyai reseptor untuk virus yang disebut CD4. Didalam sel limfosit T, virus dapat berkembang dan seperti retrovirus yang lain, dapat tetap hidup lama dalam sel dengan keadaan inaktif. Walaupun demikian, virus dalam tubuh pengidap HIV selalu dianggap infeksius yang setiap saat dapat aktif dan dapat ditularkan selama hidup penderita tersebut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGIS HIV
Human immunodeficiency virus adalah virus penyebab Acquired mmunodeficiency Syndrome (AIDS). HIV yang dulu disebut sebagai HTLV-III (Human T cell lympothropic virus Tipe III) atau LAV (Lymphadenopathy Virus) adalah virus sitopatik dari retrovirus. Hal ini menunjukkan bahwa virus ini membawa materi genetiknya dalam asam ribonukleat (RNA) dan bukan dalam asam deoksiribonukleat (DNA).
Virus ini memiliki kemampuan unik untuk mentransfer informasi mereka dari RNA ke DNA dengan menggunakan enzim yang disebut reverse transcriptase, yang merupakan kebalikan dari proses transkripsi (dari DNA ke RNA) dan translasi (dari RNA ke protein) pada umumnya.
AIDS, Acquired Immunodeficiency Syndrome adalah sekumpulan gejala penyakit karena menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV. Centers for Disease Control (CDC) merekomendasikan bahwa AIDS ditujukan pada orang yang mengalami infeksi virus HIV, dimana orang tersebut mengalami penurunan sistem imun yang mendasar (sel T berjumlah 200 atau kurang) dan memiliki sistem imun positif terhadap HIV. Kondisi lain yang sering digambarkan meliputi kondisi demensia progresif, “wasting syndrome”, (pada pasien berusia lebih dari 60 tahun), kanker-kanker khusus lainnya (yaitu kanker serviks) atau diseminasi dari penyakit yang umumnya mengalami lokalisasi (misalnya, TB).
2.2 EPIDEMIOLOGI
Adanya infeksi menular seksual (IMS) yang lain (GO, klamidia), dapat meningkatkan risiko penularan HIV (2-5%). HIV menginfeksi sel-sel darah dan sistem imunitas tubuh sehingga semakin lama daya tahan tubuh menurun dan sering berakibat kematian. HIV akan mati dalam air mendidih/ panas kering (open) dengan suhu 56oC selama 10-20 menit. HIV juga tidak dapat hidup dalam darah yang kering lebih dari 1 jam, namun mampu bertahan hidup dalam darah yang tertinggal di spuit/ siring/ tabung suntik selama 4 minggu. Selain itu, HIV juga tidak tahan terhadap beberapa bahan kimia seperti Nonoxynol-9, sodium klorida dan sodium hidroksida.
2.3 PATOFISIOLOGI
Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah sel-sel yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa dan sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus (HIV) menginfeksi sel lewat pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka Human Immunodeficiency Virus (HIV) menginfeksi sel lain dengan meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T4 yang juga dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam usaha mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi.
Virus HIV dengan suatu enzim, reverse ias olism se, yang akan melakukan pemograman ulang materi ias ol dari sel T4 yang terinfeksi untuk membuat double-stranded DNA. DNA ini akan disatukan kedalam ias ol sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi yang permanen. Enzim inilah yang membuat sel T4 helper tidak dapat mengenali virus HIV sebagai antigen. Sehingga keberadaan virus HIV didalam tubuh tidak dihancurkan oleh sel T4 helper. Kebalikannya, virus HIV yang menghancurkan sel T4 helper. Fungsi dari sel T4 helper adalah mengenali antigen yang asing, mengaktifkan limfosit B yang memproduksi ias oli, menstimulasi limfosit T sitotoksit, memproduksi limfokin, dan mempertahankan tubuh terhadap infeksi parasit. Kalau fungsi sel T4 helper terganggu, mikroorganisme yang biasanya tidak menimbulkan penyakit akan memiliki kesempatan untuk menginvasi dan menyebabkan penyakit yang serius.
Dengan menurunya jumlah sel T4, maka system imun seluler makin lemah secara progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T penolong. Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dapat tetap tidak memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200-300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi.
Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan jamur oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya penyakit baru akan menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah. Seorang didiagnosis mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila terjadi infeksi opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS.
2.4 PATOGENESIS
Setelah HIV masuk kedalam tubuh, virus menuju kekelenjar limfe dan berada didalam sel dendritik selama beberapa hari. Kemudian terjadi sindrome retroviral akut disertai dengan viremia. Pada tubuh timbul respon imun humoral maupun seluler. Sindrom ini akan hilang dalam 1-3 minggu. Serokonversi (perubahan antibodi negatif menjadi positif) terjadi dalam 1-3 bulan, dalam masa ini memasuki masa tanpa gejala dan terjadi penurunan bertahap CD4 (normal 800-1000sel/mm3) yang terjadi setelah replikasi persisten virus HIV.
2.5 KRITERIA DIAGNOSIS
Gejala mayor:
1. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan.
2. Diare kronik yang berlangsung lebih dari 1 bulan.
3. Demam berkepanjangan lebih dari satu bulan.
4. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis.
5. Demensia/ensefalopati HIV.
Gejala minor:
1. Batuk menetap lebih dari 1 bulan.
2. Dermatitis generalisata yang gatal.
3. Herpes Zoster multisegemental dan atau berulang.
4. Kandidiasis orofaringeal.
5. Herpes simpleks kronis progresif.
6. Limfadenopati generalisata.
7. Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita.
2.6 TANDA DAN GEJALA PENYAKIT AIDS
Seseorang yang terkena virus HIV pada awal permulaan umumnya tidak memberikan tanda dan gejala yang khas, penderita hanya mengalami demam selama 3 sampai 6 minggu tergantung daya tahan tubuh saat mendapat kontak virus HIV tersebut. Setelah kondisi membaik, orang yang terkena virus HIV akan tetap sehat dalam beberapa tahun dan perlahan kekebelan tubuhnya menurun/lemah hingga jatuh sakit karena serangan demam yang berulang. Satu cara untuk mendapat kepastian adalah dengan menjalani Uji Antibodi HIV terutamanya jika seseorang merasa telah melakukan aktivitas yang berisiko terkena virus HIV.
Adapun tanda dan gejala yang tampak pada penderita penyakit AIDS diantaranya adalah seperti dibawah ini :
1. Saluran pernafasan. Penderita mengalami nafas pendek, henti nafas sejenak, batuk, nyeri dada dan demam seprti terserang infeksi virus lainnya (Pneumonia). Tidak jarang ias oli pada stadium awal penyakit HIV AIDS diduga sebagai TBC.
2. Saluran Pencernaan. Penderita penyakit AIDS menampakkan tanda dan gejala seperti hilangnya nafsu makan, mual dan muntah, kerap mengalami penyakit jamur pada rongga mulut dan kerongkongan, serta mengalami ias oli yang kronik.
3. Berat badan tubuh. Penderita mengalami hal yang disebut juga wasting syndrome, yaitu kehilangan berat badan tubuh hingga 10% dibawah normal karena gangguan pada ias o protein dan energy didalam tubuh seperti yang dikenal sebagai Malnutrisi termasuk juga karena gangguan ias ol/penyerapan makanan pada ias o pencernaan yang mengakibatkan ias oli kronik, kondisi letih dan lemah kurang bertenaga.
4. System Persyarafan. Terjadinya gangguan pada persyarafan central yang mengakibatkan kurang ingatan, sakit kepala, susah berkonsentrasi, sering tampak kebingungan dan respon anggota gerak melambat. Pada system persyarafan ujung (Peripheral) akan menimbulkan nyeri dan kesemutan pada telapak tangan dan kaki, reflek tendon yang kurang, selalu mengalami tensi darah rendah dan Impoten.
5. System Integument (Jaringan kulit). Penderita mengalami serangan virus cacar air (herpes simplex) atau carar api (herpes zoster) dan berbagai macam penyakit kulit yang menimbulkan rasa nyeri pada jaringan kulit. Lainnya adalah mengalami infeksi jaringan rambut pada kulit (Folliculities), kulit kering berbercak (kulit lapisan luar retak-retak) serta Eczema atau psoriasis.
6. Saluran kemih dan Reproduksi pada wanita. Penderita seringkali mengalami penyakit jamur pada vagina, hal ini sebagai tanda awal terinfeksi virus HIV. Luka pada saluran kemih, menderita penyakit ias oli dan dibandingkan Pria maka wanita lebih banyak jumlahnya yang menderita penyakit cacar. Lainnya adalah penderita AIDS wanita banyak yang mengalami peradangan rongga (tulang) pelvic dikenal sebagai istilah ‘pelvic inflammatory disease (PID)’ dan mengalami masa haid yang tidak teratur (abnormal).
2.7 KOMPLIKASI
A. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan dan cacat.
B. Neurologik
kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan isolasi social.
1) Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia, ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala, malaise, demam, paralise, total / parsial.
2) Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler, hipotensi sistemik, dan maranik endokarditis.
3) Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human Immunodeficienci Virus (HIV)
C. Gastrointestinal
Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan, anoreksia, demam, malabsorbsi, dan dehidrasi.
1) Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
2) Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan siare.
D. Respirasi
Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas pendek, batuk, nyeri, hipoksia, keletihan, gagal nafas.
E. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri, gatal, rasa terbakar, infeksi skunder dan sepsis.
F. Sensorik
• Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
• Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek nyeri.
2.8 GEJALA KLINIS
Perjalanan penyakit dibagi dalam beberapa tahap berdasar klinis dan jumalah CD4 :
1. Infeksi Retroviral Akut : demam, pembesaran kelenjar, hepatosplenomegali, nyeri tenggorok, mialgia, rash seperti morbili, ulkus pada mukokutan, diare, leukopenia, limfosit atipik, meningitis aseptik, GBS, psikosis akut. Sindroma tersebut biasanya sembuh sendiri tanpa pengobatan.
2. Masa Asimptomatik : tidak menimbulkan gejala tapi biasa muncul limfadenopati umum. Disebut juga sebagai masa jendela (window periode). Penurunan CD 4 bertahap
3. Masa Gejala Dini : CD 4 berkisar 100-300. pneumonia bakteri, kandidosis vagina, sariawan, herpes zoster, leukoplakia, ITP, TB paru. Disebut AIDS related complex (ARC)
4. Masa Gejala Lanjut : CD4 dibawah 200, resiko tinggi infeksi oportunistik berat atau keganasan.
o Gejala klinis utama yaitu terdapatnya kanker kulit yang disebut Sarkoma Kaposi (kanker pembuluh darah kapiler) juga adanya kanker kelenjar getah bening.
o Terdapat infeksi penyakit penyerta misalnya, pneu-mocystis,TBC, serta penyakit infeksi lainnya seperti teksoplasmosis.
2.9 PENULARAN
HIV ditularkan melalui kontak seksual, injeksi perkutan terhadap darah yang terkontaminasi atau perinatal dari infeksi ibu ke bayinya.
Jalur penularan infeksi HIV serupa dengan infeksi Hepatitis B.
Anal intercourse/anal manipulation (homoseksual) akan meningkatkan kemungkinan trauma pada mukosa ias o dan selanjutnya memperbesar peluang untuk terkena virus HIV lewat ias o tubuh.
Hubungan seksual dengan pasangan yang berganti-ganti.
Hubungan heteroseksual dengan orang yang menderita infeksi HIV.
Melalui pemakai obat bius intravena terjadi lewat kontak langsung darah dengan jarum dan semprit yang terkontaminasi. Meskipun jumlah darah dalam semprit ias oli kecil, efek kumulatif pemakaian bersama peralatan suntik yang sudah terkontaminasi tersebut akan meningkatkan risiko penularan.
Darah dan produk darah, yang mencakup ias olis yang diberikan pada penderita ias olism, dapat menularkan HIV kepada resipien.
Berhubungan seksual dengan orang yang melakukan salah satu tindakan diatas.
2.10 DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding pasien ini difikirkan sebagai multipel abses pada HIV yang disebabkan oleh Tubesculosis, karena abses pada tuberculoma juga terdapat multipel abses, dengan gambaran abses yang lebih kecil dengan ukuran 1-2 mm, serta efek massa yang minimal. Namun pada pasien ini didapatkan adanya gejala infeksi tuberkulosis pada paru, yaitu tidak adanya batuk-batuk yang lama dan pada pemeriksaan fisik paru tidak didapatkan kelaianan serta pada hasil MRI didapatkan ukuran yang lebih besar dan efek massa (+).
2.11 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan yang ias oli sederhana dan akurat adalah pemeriksaan darah yang disebut tes ELISA. Dengan pemeriksaan ini dapat dideteksi adanya ias oli terhadap HIV, hasil tes secara rutin diperkuat dengan tes yang lebih akurat. Ada suatu periode (beberapa minggu atau lebih setelah terinfeksi HI) dimana ias oli belum positif. Pada periode ini dilakukan pemeriksaan yang sangat ias olis untuk mendeteksi virus, yaitu antigen P24 . Antigen P24 belakangan ini digunakan untuk menyaringan darah yang disumbangkan untuk keperluan ias olis. Jika hasil tes ELISA menunjukkan adanya infeksi HIV, maka pada contoh darah yang sama dilakukan tes ELISA ulangan untuk memastikannya. Jika hasil tes ELISA yang kedua juga positif, maka langkah berikutnya adalah memperkuat diagnosis dengan tes darah yang lebih akurat dan lebih mahal, yaitu tes apusan Western. Tes ini juga bisam enentukan adanya ias oli terhadap HIV, tetapi lebih spesifik daripada ELISA. Jika hasil tes Western juga positif, maka dapat dipastikan orang tersebut terinfeksi HIV.
2.12 PENATALAKSANAAN
Pada saat ini sudah banyak obat yang ias digunakan untuk menangani infeksi HIV:
1. Nucleoside reverse transcriptase inhibitor
• AZT (zidovudin)
• ddI (didanosin)
• ddC (zalsitabin)
• d4T (stavudin)
• 3TC (lamivudin)
• Abakavir
2. Non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor
• Nevirapin
• Delavirdin
• Efavirenz
3. Protease inhibitor
• Saquinavir
• Ritonavir
• Indinavir
• Nelfinavir.
Semua obat-obatan tersebut ditujukan untuk mencegah reproduksi virus sehingga memperlambat progresivitas penyakit. HIV akan segera membentuk resistensi terhadap obat-obatan tersebut bila digunakan secara tunggal. Pengobatan paling efektif adalah kombinasi antara 2 obat atau lebih, Kombinasi obat ias memperlambat timbulnya AIDS pada penderita HIV positif dan memperpanjang harapan hidup. Dokter kadang sulit menentukan kapan dimulainya pemberian obat-obatan ini. Tapi penderita dengan kadar virus yang tinggi dalam darah harus segera diobati walaupun kadar CD4+nya masih tinggi dan penderita tidak menunjukkan gejala apapun. AZT, ddI, d4T dan ddC menyebabkan efek samping seperti nyeri abdomen, mual dan sakit kepala (terutama AZT). Penggunaan AZT terus menerus ias merusak sumsum tulang dan menyebabkan anemia. DdI, ddC dan d4T ias merusak saraf-saraf perifer. DdI ias merusak ias oli. Dalam kelompok nucleoside, 3TC tampaknya mempunyai efek samping yang paling ringan. Ketiga protease inhibitor menyebabkan efek samping mual dan muntah, diare dan gangguan perut. Indinavir menyebabkan kenaikan ringan kadar enzim hati, bersifat ias olism dan tidak menimbulkan gejala, juga menyebabkan nyeri punggung hebat (kolik renalis) yang serupa dengan nyeri yang ditimbulkan batu ginjal.Ritonavir dengan pengaruhnya pada hati menyebabkan naik atau turunnya kadar obat lain dalam darah. Kelompok protease inhibitor banyak menyebabkan perubahan ias olism tubuh seperti peningkatan kadar gula darah dan kadar lemak, serta perubahan distribusi lemak tubuh (protease paunch).
Penderita AIDS diberi obat-obatan untuk mencegah infeksi oportunistik. Penderita dengan kadar limfosit CD4+ kurang dari 200 sel/Ml darah mendapatkan kombinasi trimetoprim dan sulfametoksazol untuk mencegah pneumonia pneumokistik dan infeksi toksoplasma ke otak. Penderita dengan limfosit CD4+ kurang dari 100 sel/Ml darah mendapatkan azitromisin seminggu sekali atau klaritromisin atau rifabutin setiap hari untuk mencegah infeksi Mycobacterium avium. Penderita yang ias sembuh dari meningitis kriptokokal atau terinfeksi candida mendapatkan flukonazol jangka panjang. Penderita dengan infeksi herpes simpleks berulang mungkin memerlukan pengobatan asiklovir jangka panjang.
Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan pencegahan Human Immunodeficiency Virus (HIV) untuk mencegah terpajannya Human Immunodeficiency Virus (HIV), bisa dilakukan dengan :
o Melakukan abstinensi seks / melakukan hubungan kelamin dengan pasangan yang tidak terinfeksi.
o Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah hubungan seks terakhir yang tidak terlindungi.
o Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang yang tidak jelas status Human Immunodeficiency Virus (HIV) nya.
o Tidak bertukar jarum suntik,jarum tato, dan sebagainya.
o Mencegah infeksi kejanin / bayi baru lahir.
Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka terpinya yaitu :
A. Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis.
B. Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3
C. Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah :
o Didanosine
o Ribavirin
o Diedoxycytidine
o Recombinant CD 4 dapat larut
D. Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.
E. Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-makanan sehat,hindari stress,gizi yang kurang,alcohol dan obat-obatan yang mengganggu fungsi imun.
F. Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan mempercepat reflikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV).
Penatalaksanaan
1. SUPORTIF
2. Nutrisi dan vitamin cukup
3. Bekerja
4. Pandangan hidup positif
5. Hobi
6. Dukungan psikologis
7. Dukungan sosial
8. Pencegahan dan pengobatan infeksi oportunistik dan kanker
9. Antiretroviral
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
HIV biasanya ditularkan melalui hubungan seks dengan orang yang mengidap virus tersebut dan terdapat kontak langsung dengan darah atau produk darah dan cairan tubuh lainnya. Pada wanita virus mungkin masuk melalui luka atau lecet pada mulut rahim/vagina. Begitu pula virus memasuki aliran darah pria jika pada genitalnya ada luka/lecet. Hubungan seks melalui anus berisiko tinggi untuk terinfeksi, namun juga vaginal dan oral. HIV juga dapat ditularkan melalui kontak langsung darah dengan darah, seperti jarum suntik (pecandu obat narkotik suntikan), transfusi darah/produk darah dan ibu hamil ke bayinya saat melahirkan. Tidak ada bukti penularan melalui kontak sehari-hari seperti berjabat tangan, mencium, gels bekas dipakai penderita, handuk atau melalui closet umum, karena virus ini sangat rapuh.
Masa inkubasi/masa laten sangat tergantung pada daya tahan tubuh masing-masing orang, rata-rata 5-10 tahun. Selama masa ini orang tidak memperlihatkan gejala-gejala, walaupun jumlah HIV semakin bertambah dan sel T4 semakin menururn. Semakin rendah jumlah sel T4, semakin rusak sistem kekebalan tubuh.
Pada waktu sistem kekebalan tubuh sudah dalam keadaan parah, seseorang yang mengidap HIV/AIDS akan mulai menampakkan gejala-gejala AIDS.
DAFTAR PUSTAKA
Sylvia A. Price & Lorraine M. Wilson. Buku PATOFISIOLOGI, konsep klinis & proses-proses penyakit, edisi 4
Kamis, 08 September 2011
SISTEM REPRODUKSI
SISTEM REPRODUKSI
A. ORGAN GENITALIA MASCULINA
Organ genitalia masculina selain berfungsi memproduksi spermatozoa dan hormon juga dipakai untuk mengalirkan urine keluar melalui uretra. Dibagi menjadi organ genitalia masculina interna dan organ genitalia externa.
Organ genitalia masculina externa :
1. Penis
2. Uretra masculina
3. Scrotum
Organ genitalia masculina interna :
1. Testis
2. Epididimis
3. Ductus deferens
4. Vesicula seminalis
5. Funiculus spermaticus
6. Prostat
7. Glandula bulbouretralis
PENIS
Penis dibentuk oleh jaringan erektil yang dapat mengeras ( ereksi ) dan dipakai untuk melakukan kopulasi. Ereksi terjadi oleh karena rongga – rongga di dalam jaringan erektil terisi darah. Penis terdiri atas 3 buah batang jaringan erektil. Dua buah di bagian lateral adalah korpus kavernosum dan satu buah di bawahnya adalah korpus spongiosum ( mengandung uretra) yang ujungnya melebar yang disebut glans penis. Lipatan kulit yang mengbungkus glans penis disebut preputium.
URETRA
Sebuah saluran yang berjalan dari leher vesica urinaria ke lubang luar ( meatus urinarius). Saluran ini menutup pada saat kosong. Pada pria ukuran panjang 20 cm, berfungsi menghantarkan semen dan urine. Uretra meninggalkan vesica urinaria dan melalui kelenjar prostat yang dikenal sebagai uretra pars prostatika, berjalan di dalam prostat disebut uretra pars membranasea, kemudian berlanjut ke dalam penis menjadi uretra pars spongiosa.
SCROTUM
Merupakan sebuah kantung yang ditempati oleh testis, epididmis, dan funiculus spermaticus. Scrotum terdiri atas kulit tanpa lemak subkutan dan berisi sedikit jaringan otot yaitu musculus Dartos. Bentuk dan ukuran scrotum bervariasi antar individu, dan berubah menurut kondisi. Pada waktu cuaca dingin, musculus Dartos berkontraksi membuat kulit scrotum keriput. Sebaliknya pada saat cuaca panas kulit scrotum menjadi longgar. Keadaan ini berkaitan dengan fungsi scrotum untuk mempertahnkan suhu yang optimal sehingga proses spermatogenesis dapat berlangsung dengan baik dan sempurna.
TESTIS (= ORCHIS)
Testis berbentuk ovoid berat 10 – 14 gram yang terdapat di dalam scrotum. Testis mempunyai ukuran panjang 4 cm dan lebar 2,5 cm dan dibungkus oleh kapsul yang terdiri dari 3 lapisan yaitu : tunika vaginalis, tunika albuginea, tunika vaskulosa. Setiap testis terdiri atas 200 – 300 lobulus dan setiap lobulus terdapat 1 – 4 tubulus seminiferus. Diantara tubulus tersebut terdapat jaringan yang berisi sel – sel Leydig yang menghasilkan testosteron. Tubulus seminiferus berlanjut ke rete testis, di dalam rete testis terdapat 6 -12 ductus yang kemudian berhubungan dengan epididimis melalui ductus eferen.
EPIDIDIMIS
Epididimis berbentuk saluran – saluran berkelok – kelok sepanjang kira – kira 5 – 6 meter. Secara keseluruhan berbentuk seperti koma yang bagian – bagiannya terdiri atas kepala, badan, ekor. Ekor epididimis melanjutkan diri menjadi ductus deferen ( vas deferen ). Sebelum menembus prostat, ductus deferen bergabung dengan saluran dari vesicula seminalis dan menjadi ductus ejakulatorius. Ductus ejaculatorius menembus prostat dan bermuara ke dalam uretra.
VESICULA SEMINALIS
Merupakan kelenjar yang menghasilkan cairan kental yang membantu agar sperma tetap dapat hidup setelah ejakulasi. Ada 2 buah yang terletak simetris, berupa kantong dengan ukuran 5 cm, dan terletak posterior dari vesica urinaria ( kantung kemih).
FUNICULUS SPERMATICUS
Merupakan suatu struktur yang dibentuk oleh :
1. Ductus deferen, bersama – sama dengan pembuluh darah dan serabut – serabut saraf yang menuju ke epididimis
2. Arteria testicularis
3. Plexus pampiniformis ( anyaman pembuluh vena yang berasal dari testis)
4. Pembuluh – pembuluh limfe
5. Arteria cremasterica
PROSTAT
Suatu kelenjar yang terletak inferior dari vesica urinaria. Ukuran prostat adalah tinggi 3 cm, lebar 4 cm. Terdiri atas kelenjar, jaringan myofibril ( otot polos), dan jaringan ikat. Kelenjar prostat ini menghasilkan cairan encer pada saat ejakulasi. Tepat di inferior prostat terdapat kelenjar bulbouretralis ( Cowper ), yang menghasilkan secret kental, bersifat alkali, dan terang
B. ORGAN GENITALIA FEMININA
Terdiri atas genitalia feminina externa dan genitalia feminina interna. Organ genitalia externa atau disebut juga vulva yaitu :
1. Mons pubis / mons veneris
2. Labium mayor
3. Labium minor
4. Clitoris
5. Vestibulum vagina
6. Hymen
7. Kelenjar vestibuli mayor
Organ genitalia interna terdiri dari :
1. Ovarium
2. Tuba uterine
3. Uterus
4. Vagina
MONS PUBIS / MONS VENERIS
Adalah suatu penonjolan yang berada di sebelah ventral symfisis pubis, yang dibentuk oleh jaringan lemak. Pada usia pubertas, mons pubis ditumbuhi rambut yang kasar.
LABIUM MAYOR ( BIBIR BESAR)
Terdiri dari 2 buah labium mayor, panjangnya kira – kira 7 cm, dibentuk oleh lipatan kulit, kelenjar sebasea, kelenjar keringat, dan otot polos. Permukaan luarnya banyak terdapat pigmen dan ditumbuhi rambut, sedangkan permukaan dalamnya licin dan tidak ditumbuhi rambut. Labium mayor homolog dengan scrotum.
LABIUM MINOR ( BIBIR KECIL)
Berbentuk 2 buah lipatan kulit yang kecil, terletak di sebelah medial dari labium mayor, permukaannya licin, tidak mengandung jaringan lemak, dan berwarna pink.
VESTIBULUM VAGINA
Adalah suatu celah yang terdapat diantara kedua labium minor, dan di tempat ini terdapat muara dari vagina, uretra, dan muara ductus kelenjar vestibuli mayor.
CLITORIS
Organ ini homolog dengan penis. Terletak anterior dari vestibulum vagina. Terdiri dari jaringan erektil, dapat ereksi dan tidak dilalui uretra. Ukuran panjangnya 2,5 cm.
KELENJAR VESTIBULI MAYOR ( KELENJAR BARTHOLINI)
Ada 2 buah kelenjar vestibule, berbentuk bundar, terletak tepat di posterior labium mayor. Kelenjar ini homolog dengan kelenjar bulbouretralis pada pria, menghasilkan lendir untuk membasahi vagina pada saat coitus.
HYMEN
Adalah diafragma membran tipis, letaknya di ujung vagina, di bagian tengahnya berlubang supaya kotoran menstruasi dapat keluar. Hymen ini memisahkan organ genitalia externa dan interna.
OVARIUM
Ovarium adalah organ yang homolog dengan testis. Ukuran panjang ovarium adalah kira – kira 4 cm, lebar 2 cm dan tebal 1 cm, serta berat 7 gram. Ada 2 buah ovarium dextra dan sinistra yang masing – masing letaknya berada dalam fossa ovarica dan difiksasi pada uterus. Ovarium terbagi menjadi bagian kortek dan medula. Korteks terdiri atas jaringan ikat dengan folikel – folikel ovarium,sedangkan medulla terdiri atas jaringan ikat dengan banyak pembuluh darah, pembuluh limfe dan saraf. Selain memproduksi ovum, ovarium juga memproduksi hormon yaitu adalah estrogen dan progesteron
.
TUBA UTERINA ( TUBA FALOPII / SALPINX )
Ada 2 buah tuba uterina yang berfungsi mengalirkan ovum ( oosit ) dari ovarium menuju ke uterus. Jadi fertilisasi ( pembuahan ) terjadi di tuba uterina. Tuba uterina mempunyai panjang kira – kira 10 cm an terbagi menjadi 4 bagian yaitu :
1. Pars intramural ( pars uterina ), berada di dalam dinding uterus
2. Pars isthmus, bagian yang paling sempit dan lurus
3. Pars ampula tuba, bagian yang plaing lebar, panjang, berkelok – kelok, dinding relatif tipis, dan merupakan tempat pertemuan ovum dan sperma ( fertilisasi )
4. Pars infundibulum, bagian yang menyerupai corong dengan fimbriae di ujungnya
UTERUS
Organ muscular yang berdinding tebal, mempunyai bentuk menyerupai buah peer. Terletak di rongga pelvis ,diantara kandung kemih dan rectum. Mempunyai ukuran panjang 7,5 cm, lebar 5 cm dan tebal 3 – 4 cm. Bagian – bagian uterus adalah fundus, korpus dan serviks. Fundus uteri adalah bagian paling atas dengan permukaan yang mirip kubah. Korpus adalah bagian yang paling utama. Serviks uteri ( leher rahim ) adalah bagian yang mengarah ke bawah. Dinding uterus terdiri dari 3 lapisan yaitu perimetrium, miometrium, dan endometrium. Uterus difiksasi oleh ligament – ligament. Ligament – ligament tesebut yaitu ligamentum latum, ligament rotundum, ligamentum uterosakral, dan ligamentum servikal transversum
VAGINA
Adalah suatu “organ of copulation”, selain itu juga berfungsi jalan lahir dan sebagai saluran untuk mrngeluarkan darah menstruasi. Vagina sangat elastis, terutama bagian yang ada di sebelah cranial. Lumen vagina berbentuk huruf “H” pada penampang melintang dan permukaannya tetap basah oleh cairan dari serviks.
Langganan:
Postingan (Atom)